JurnalKaltim.com – Hasil studi yang dilakukan oleh PISA (Programme for International Student Assessment) terkait kasus bullying di sekolah menghasilkan data yang cukup meresahkan.
Dilansir dari Akurat (25/09/2023), Indonesia menduduki peringkat tertinggi ke 5 dunia dalam kasus bullying pada anak. Hal ini didasarkan pada temuan sebanyak 41% pelajar di bawah usia 15 tahun paling tidak pernah merasakan tindakan bullying dalam kurun waktu satu bulan.
Marak Kasus Bullying di Sekolah, Segerakan Penanganan Tanggap

Ilustrasi : National Geographic
Dengan maraknya kasus bullying di sekolah, Indonesia menduduki peringkat kelima dari total 78 negara dimana anak – anak bangsa kita paling banyak merasakan tindakan aniaya bullying di lingkungannya.
Retno Listyarti selaku Ketua Dewan Pakar Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) menemukan fakta setidaknya ada 12 kasus bullying di sekolah yang terjadi dari mulai Januari hingga Mei 2023. Tentunya, jumlah kasus ini hanyalah kasus puncak gunung es, dimana pastinya masih banyak anak – anak bangsa Indonesia yang merasakan tekanan bullying dari sekitarnya.
Baru – baru ini publik Indonesia dikagetkan dengan kasus siswi perempuan asal Gresik yang baru berumur 8 tahun dan harus menderita kebutaan permanen karena menjadi korban bullying kakak kelasnya.
Tidak hanya mengalami cacat fisik permanen, sang korban pun harus menanggung tekanan mental dan psikologi yang cukup hebat karena meski sudah beberapa waktu berlalu, dirinya tetap tidak berani untuk kembali bersekolah. Otomatis, hak korban untuk menjalani program wajib belajar 9 tahun secara nyaman dan aman pun telah direnggut secara paksa.
Belum lagi beberapa waktu yang lalu, publik Indonesia dihebohkan dengan kasus pembakaran sekolah dimana yang menjadi pelaku adalah siswa SMP Kabupaten Temanggung yang sudah tak tahan lagi menjadi korban bullying. Betapa kerasnya tindakan bullying yang harus ia terima sampai akhirnya ia menyerah gelap mata dan tak melihat jalan keluar lagi selain melakukan tindakan pelanggaran di usianya yang masih sangat muda?
Mirisnya lagi, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menemukan fakta bahwa sebagian besar kasus bullying di sekolah yang ditangani oleh pihak KPAI berasal dari siswa dan siswi sekolah dasar. Umur mereka bahkan belum akil baligh, tapi anak – anak ini harus menanggung beban perlakuan bullying. Tentu hal ini saja pantas untuk membuat hati kita terketuk, logika kita terbuka untuk segera mengambil langkah nyata untuk membasmi kasus bullying di sekolah.
Bahkan UNICEF (United Nation International Children’s Emergency Fund) menyatakan anak – anak Indonesia jauh lebih rentan terkena kekerasan. Bahkan jauh lebih tinggi dibandingkan dengan negara – negara Asia lainnya seperti negara Kamboja, Nepal ataupun Vietnam.
Hal ini menyiratkan bahwa kasus bullying di sekolah sudah sangat mengakar, sehingga tidak cukup aksi perlawanan ataupun pembelaan dari korban saja. Sangat diperlukan perhatian dan kerja sama dari orang tua, guru, pihak sekolah dan juga masyarakat terdekat.
Apa Penyebab Bullying di Sekolah?
Setelah mengalami perlakuan bullying dalam bentuk apapun, korban bullying pasti mengalami berbagai masalah psikologis, seperti rasa cemas, luka batin, depresi, trust issue, tendensi menyakiti diri sendiri sampai keinginan untuk bunuh diri. Maka, sangat penting untuk mengetahui apa saja penyebab yang bisa memicu perilaku bullying.
- Melihat orang lain melakukan tindak kekerasan
Tidak perlu terjadi rutin, individu yang pernah terpapar atau bahkan hanya melihat tindakan kekerasan bisa merusak pemahaman mereka terhadap hubungan dan interaksi yang seharusnya berjalan dengan baik. Dalam hal ini, keluarga dan lingkungan rumah selayaknya menjadi contoh baik untuk bersosialisasi dan hidup dengan rukun bersama individu lainnya. - Pola asuh yang terlalu keras
Pola asuh salah yang terlalu keras juga dapat membentuk karakter seseorang untuk lebih kasar dan agresif terhadap orang lain disekitarnya. Individu yang terbiasa memendam emosi negatif sangat besar kemungkinannya untuk melampiaskan hal negatif juga terhadap orang lain. - Keinginan kuat untuk memegang kuasa atau kendali
Dari mulai ingin mengontrol orang lain untuk memenuhi keinginannya hingga keinginan kuat untuk menjadi popular, perasaan ini dapat membawa pengaruh buruk terhadap kepribadian seseorang jika ia ingin meraihnya dengan menghalalkan segala cara. - Tidak punya empati dan tak mendapat edukasi
Individu yang tidak dididik dengan baik berkemungkinan besar menjadi kurang mampu untuk berempati kepada orang lain sehingga ia kemungkinan besar merasa tidak bersalah ketika melakukan kesalahan, termasuk melakukan bullying di sekolah.
Biasakan diri untuk sensitif, peka dan memiliki pengetahuan akan pengenalan tanda – tanda bullying dalam lingkup keluarga, pertemanan ataupun lingkungan sekitar. Identifikasi tanda – tandanya jika seseorang menjadi korban bullying. Ketika korban berani mengakui bahwa ia adalah korban bullying, ajak cerita secara perhatian dan lemah lembut kemudian langsung laporkan kasus tersebut kepada pihak berwenang.