Jurnalkaltim.com – Timur Tengah kembali dilanda ketegangan setelah serangan yang dilancarkan oleh Hamas ke wilayah Israel pada Sabtu, 7 Oktober 2023, menyebabkan Israel meningkatkan serangan baliknya. Dalam pernyataan terbaru, Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, telah mendeklarasikan operasi militer yang dinamakan “Pedang Besi” sebagai respons langsung terhadap agresi dari Hamas.
Dampak Serangan Hamas: Israel Bergegas Luncurkan Operasi ‘Pedang Besi’ sebagai Pembalasan
Hamas, kelompok yang berbasis di Jalur Gaza, telah menjadi pusat perhatian internasional setelah menguasai wilayah tersebut pada tahun 2007. Dibentuk pada tahun 1987 oleh Sheikh Ahmed Yasin, kelompok ini awalnya adalah cabang dari Ikhwanul Muslimin dan telah tumbuh menjadi kekuatan dominan di Gaza.
Secara ideologis, Hamas tidak mengakui eksistensi negara Israel dan telah menyuarakan penolakannya terhadap Perjanjian Oslo yang dinegosiasikan pada 1990-an. Pada tahun 2017, Khaled Meshaal, pemimpin kelompok ini dalam pengasingan, menegaskan bahwa mereka tidak akan menyerahkan satupun inci tanah Palestina, terlepas dari tekanan internasional atau lamanya pendudukan.
Dengan jalur sejarah yang panjang dalam perjuangan bersenjata, Brigade Izz al-Din al-Qassam, sayap militer Hamas, telah ditetapkan sebagai organisasi teroris oleh beberapa negara, termasuk Israel, Amerika Serikat, Uni Eropa, Kanada, Mesir, dan Jepang. Meskipun demikian, Hamas juga merupakan bagian dari aliansi regional yang menentang kebijakan AS dan Israel di Timur Tengah, yang mencakup Iran, Suriah, dan Hizbullah di Lebanon.
Dalam peristiwa terkini, konflik antara Israel dan Hamas telah menyebabkan kehilangan nyawa yang signifikan, dengan lebih dari 1.100 korban jiwa dilaporkan hingga saat ini. Juru bicara Hamas, Khaled Qadomi, menyatakan kepada media bahwa serangan terbaru adalah tanggapan atas penindasan yang dialami oleh warga Palestina selama beberapa dekade, serta serangan yang ditargetkan ke Masjid Al Aqsa, salah satu situs suci Islam.
Menurut Hamas, serangan mereka termasuk taktik baru, seperti menggunakan paralayang yang dikirim ke arah Israel, yang mengingatkan pada serangan mematikan di tahun 1980-an ketika pejuang Palestina menyerang Israel utara. Pada tanggal 7 Oktober, kelompok ini mengklaim telah menawan beberapa warga Israel dan telah merilis rekaman video yang menunjukkan para pejuang mereka dalam tindakan yang tampaknya menunjukkan seorang tentara Israel yang terluka.
Konflik ini kembali menyoroti kerentanan kawasan Timur Tengah terhadap kekerasan yang berkepanjangan, dengan dampak yang meluas tidak hanya terhadap keamanan regional tetapi juga kepada warga sipil yang tinggal dalam bayang-bayang konflik berdarah ini. Dunia menantikan dengan waspada untuk melihat apakah ada kemungkinan de-eskalasi, atau apakah spiral kekerasan ini akan terus berputar dengan korban lebih banyak lagi.
5 Fakta Tentang Hamas
Ketegangan di Timur Tengah mencapai titik didih setelah Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, mengumumkan bahwa negaranya “dalam keadaan perang” pasca-serangan roket besar-besaran oleh Hamas. Organisasi yang berbasis di Jalur Gaza tersebut telah mengakhiri apa yang mereka sebut sebagai “impunitas Israel,” dengan meluncurkan lebih dari 5.000 roket dalam serangan pertamanya, yang mereka beri nama Operasi Banjir Al-Aqsa.
Hamas, seringkali berada di pusat konflik dengan Israel, adalah sebuah kelompok yang penuh kontroversi dan sering disalahpahami. Berikut adalah lima fakta penting yang perlu dipahami tentang Hamas dan perannya dalam konflik saat ini:
- Pendirian dan Tujuan Hamas didirikan pada tahun 1987, di tengah-tengah Intifada Pertama, sebagai gerakan perlawanan Palestina. Organisasi ini mempunyai tujuan akhir untuk mendirikan sebuah negara Islam di wilayah historis Palestina.
- Penguasaan Jalur Gaza Sejak kemenangan dalam pemilu legislatif Palestina pada tahun 2006, dan konflik berdarah dengan Fatah tahun berikutnya, Hamas telah menjadi otoritas de facto di Jalur Gaza. Meskipun terisolasi, mereka terus memerintah wilayah tersebut, dengan otoritas yang terbatas di Tepi Barat yang diperintah oleh Fatah.
- Label Terorisme Secara internasional, Hamas dianggap sebagai organisasi teroris oleh negara-negara seperti Israel, Amerika Serikat, dan Uni Eropa. Label ini disematkan karena serangkaian serangan yang telah mereka lakukan terhadap target Israel, termasuk serangan bom bunuh diri dan peluncuran roket.
- Isolasi Internasional Dalam beberapa dekade terakhir, Hamas telah mengalami isolasi internasional yang signifikan. Hal ini sebagian besar disebabkan oleh tindakan militannya dan penolakannya untuk mengakui hak Israel untuk eksis sebagai negara. Isolasi ini telah mempengaruhi ekonomi dan infrastruktur di wilayah yang mereka kuasai.
- Eskalasi Konflik Serangan terbaru oleh Hamas merupakan salah satu krisis terbesar sejak pertempuran yang terjadi pada tahun 2021. Operasi Banjir Al-Aqsa ini telah memicu respons militer besar dari Israel dan menimbulkan kekhawatiran akan konflik yang lebih luas dan mematikan di kawasan tersebut.
Konflik ini telah menarik perhatian dunia, dengan kekhawatiran bahwa eskalasi lebih lanjut dapat menyebabkan bencana kemanusiaan dan menambah ketidakstabilan di kawasan yang sudah rawan. Komunitas internasional terpecah dalam respons mereka, dengan beberapa mengutuk tindakan kedua belah pihak, sementara yang lain menyerukan solusi damai.
Sementara roket dan bom terus menghujani, dunia memandang dengan cemas, berharap upaya-upaya diplomatik dapat menghindarkan krisis ini dari perang yang lebih besar yang dapat membawa implikasi yang jauh lebih luas, baik untuk Timur Tengah maupun perekonomian global yang sudah terguncang.