Kutai Kartanegara, Jurnalkaltim.com – Festival Merah Putih Sangasanga pada Minggu (26/1/2025) menjadi saksi kebangkitan seni tradisional Kalimantan Timur. Flashmob Jepen Romba Muda yang melibatkan 1.000 peserta dari jenjang SD, SMP, SMA/SMK, serta kelompok seni budaya, sukses menarik perhatian dan menghidupkan kembali tarian yang hampir punah.
Jepen Romba berasal dari Desa Menamang, Kalimantan Timur, dan terakhir kali dipentaskan pada tahun 1998. Tarian ini secara tradisi hanya dibawakan oleh laki-laki dan memiliki makna mendalam tentang sosok pria yang terlihat keras, tetapi penuh tanggung jawab terhadap keluarga. Sayangnya, kurangnya dokumentasi membuatnya nyaris hilang, dengan Syaiful Anwar sebagai satu-satunya pewaris yang tersisa.
Upaya untuk menghidupkan kembali tarian ini dimulai pada Oktober 2024, ketika ISBI Kalimantan Timur berkolaborasi dengan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kutai Kartanegara (Disdikbud Kukar) untuk meneliti dan mereinterpretasi Jepen Romba. Hasilnya adalah Jepen Romba Muda, yang kemudian dikemas dalam bentuk flashmob untuk diperkenalkan kepada masyarakat luas.
“Tarian ini memiliki filosofi mendalam tentang kehidupan. Seorang laki-laki boleh terlihat kasar dalam sikapnya, tetapi sejatinya memiliki hati yang baik dan bertanggung jawab,” ujar Rini, dosen tari ISBI Kalimantan Timur yang juga koreografer Jepen Romba Muda.
Dalam proses penggarapannya, musik dan tari disusun secara harmonis. Dosen ISBI sekaligus komposer musik, Frendy Satria, menjelaskan bahwa musik dibuat mengikuti struktur gerakan tari dengan memperhatikan melodi, harmoni, dan dinamika khas alat musik tradisional.
“Instrumen yang digunakan terdiri dari dua gambus, tiga rebana, serta multiple, kombinasi perkusi dengan satu rebana besar bersuara rendah dan dua rebana kecil untuk menghasilkan variasi nada,” jelasnya.
Disamping itu, Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) Bidang Kebudayaan Disdikbud Kukar, Awang Rifani, menegaskan bahwa flashmob ini bukan sekadar pertunjukan, tetapi juga sarana edukasi dan ekspresi budaya bagi generasi muda.
“”Pertunjukan ini adalah bentuk ekspresi budaya yang dapat dinikmati banyak orang sekaligus menjadi sarana edukasi bagi peserta dan penonton,” ujarnya.
Senada dengan itu, Kepala Bidang Kebudayaan Disdikbud Kukar, Puji Utomo, menegaskan bahwa pengembangan seni tradisi harus terus berlanjut.
“Kami ingin memastikan bahwa Jepen Romba tidak hanya menjadi kenangan, tetapi juga terus hidup dan berkembang,” tambahnya.
Dengan adanya kolaborasi antara akademisi, pemerintah daerah, dan komunitas seni, Jepen Romba kini mendapat ruang baru untuk bertahan di era modern.
Festival Merah Putih Sangasanga pun menjadi momentum penting dalam perjalanan pelestarian warisan budaya Kalimantan Timur, memastikan seni tradisi tetap relevan di tengah kemajuan zaman.
(Rob)