23.5 C
Samarinda
Kalimantan TimurPerbaikan Sarpras Dirasa Sulit, Kepala SMAN 8 Samarinda Keluhkan Aturan Dapodik

Perbaikan Sarpras Dirasa Sulit, Kepala SMAN 8 Samarinda Keluhkan Aturan Dapodik

banner disdikbud

SAMARINDA, JURNALKALTIM.com – SMAN 8 Kota Samarinda mengaku kesulitan dalam mengajukan perbaikan sarpras. Hal ini dikarenakan syarat yang harus dipenuhi sebesar 65 persen dari kerusakan yang ada, tentu aturan yang ditetapkan Data Pokok Pendidikan (Dapodik) itu dianggap memberatkan apalagi jika kerusakan bersifat lokal.

Tantangan SMAN 8 Samarinda dalam Ajukan Perbaikan Sarpras

Meski rerata perbaikan sarana dan prasarana (sarpras) pendidikan diajukan oleh sekolah-sekolah di lokasi terpencil, namun hal tersebut justru berbanding terbalik dengan SMA Negeri 8 Samarinda. Pasalnya, Sekolah Menengah Atas yang berada di wilayah perkotaan itu justru mengaku kesulitan dalam mengajukan perbaikan sarpras.

Sebagaimana disebutkan oleh Kepala SMA 8 Samarinda, Nurhayati bahwa pihaknya mengalami tantangan yang cukup menghambat dalam mengajukan perbaikan sarana dan prasarana sekolah. Dimana, Data Pokok Pendidikan (Dapodik) menuntut agar ada sekitar 65 persen dari total kerusakan terlebih dahulu. Baru setelah itu, pihaknya akan memberikan bantuan perbaikan pada kerusakan terdampak.

Meski menjadi salah satu upaya pendisiplinan di lingkungan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Provinsi Kalimantan Timur, namun Nurhayati mengeluhkan terkait kerusakan-kerusakan yang bersifat lokal dan tidak mencapai ambang batas yang telah ditentukan.

perbaikan sarpras
Kepala SMA 8 Samarinda, Nurhayati

“Persyaratan kerusakan minimal pada fasilitas harus mencapai 65 persen menjadi hambatan utama dalam pengajuan perbaikan sarpras,” ujarnya.

Ia memberikan contoh saat adanya kebocoran seng yang mengakibatkan adanya rembesan di plafon. Namun, perbaikan sarpras tersebut tidak bisa dilakukan sebab, bagian yang bocor tidak memenuhi persentase yang ditentukan.

“Kerusakan kecil di plafon misalnya akibat bocornya seng pada atap yang terbuat dari asbes tidak bisa diperbaiki satu per satu karena harus mengganti banyak bagian yang terkena dampak,” ungkap Nurhayati mengeluhkan sulitnya mengajukan perbaikan sarpras.

Persentase Kerusakan 65 Persen Tidak Dapat Diakumulasikan

Keluhan Nurhayati selaku Kepala SMAN 8 Samarinda rupanya tidak hanya terbatas pada ambang batas kerusakan yang bersifat lokal, melainkan juga karena batasan tersebut tidak bisa dihimpun berdasarkan total akumulasi kerusakan.

Sebab dikatakan oleh Nurhayati, bahwa persyaratan sebanyak 65 persen itu tersusun atas poin-poin tertentu. Dimana berdasarkan Data Pokok Pendidikan (Dapodik) terdapat masing-masing kerusakan memiliki satuan ukurnya sendiri sehingga tidak bisa disamakan antara yang satu dan lainnya.

Selain itu, Nurhayati juga membeberkan mengenai fasilitas apa saja yang tidak bisa diperbaiki melalui bantuan perbaikan sarpras, antara lain kantin, lapangan,  dan pagar. Ia menuturkan bahwa fasilitas-fasilitas tersebut bisa diperbaiki apabila menggunakan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS).

“Fasilitas seperti lapangan, pagar, dan kantin juga tidak memiliki alokasi anggaran untuk perbaikan, kecuali menggunakan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS),” tambahnya.

Meskipun demikian, dan BOS pun rupanya hanya bisa digunakan untuk menambal kerusakan dengan persentase 30 persen dari total bangunan yang ada. Sehingga ditegaskan olehnya, bahwa penggunaan Bantuan Operasional Sekolah juga sangat terbatas penggunaannya.

Lanjut Nurhayati, pihaknya mengakui bahwa memang ada bantuan sarana dan prasarana yang diberikan secara berkala. Namun, bantuan sarpras tersebut masih memiliki kompleksitas dalam praktiknya. Misalnya, saat proses perbaikan yang terhambat akibat keterbatasan anggaran dan ketentuan wajib yang harus dipatuhi.

Nurhayati bahkan menjelaskan mengenai risiko salah sasaran dalam penggunaan dana bantuan sarana dan prasarana, yang mana ia menegaskan bahwa sebagai pengelola sekolah mereka memiliki posisi rentan terhadap tuduhan yang berimbas pada pencemaran nama baik.

“Kalau salah peruntukan kita juga yang kena, walaupun uangnya tidak kita gunakan, kompleksitas ini memang membuat kami harus mempertimbangkan dengan cermat,” jelas Nurhayati.

Lebih lanjut, Nurhayati menuturkan mengenai bantuan sarana dan prasarana yang tengah dalam proses penyaluran. Adapun diantaranya meliputi meja, kursi, dan rehabilitasi pada ruang laboratorium. Apalagi, yang menjadi fokus perbaikan yakni berada di bagian atap bangunan yang seringkali mengalami kebocoran.

“Mebelnya sudah datang walaupun memang gedungnya belum mulai direhab, mungkin masih tunggu anggaran lagi,” pungkasnya.

(MUH/ADV/DISDIKBUDKALTIM)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Read More