24.1 C
Samarinda
NasionalHati – Hati, Para Petugas Bea Cukai Mulai Garang Soal Pajak Jastip

Hati – Hati, Para Petugas Bea Cukai Mulai Garang Soal Pajak Jastip

Jakarta, JurnalKaltim.com – Bagi yang suka menggunakan atau membuka jasa jastip, kebijakan pajak jastip patut kamu cermati baik – baik. Baru – baru ini, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai mulai aktif memantau arus pergerakan bisnis sistem jastip (jasa titip) yang masuk ke Indonesia. Hal ini bersangkutan dengan ketentuan kebijakan pemerintah yang mengeluarkan larangan untuk menjual barang impor yang harganya di bawah Rp 1.5 Juta.

Kebijakan Pajak Jastip Untuk Hindari Praktik Impor Ilegal

Barang Jastip
Hati – Hati, Para Petugas Bea Cukai Mulai Garang Soal Pajak Jastip, Sumber Foto : Berempat

Direktur Penerimaan dan Perencanaan Strategis, DJBC Kemenkeu RI (Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Republik Indonesia) Mohammad Aflah Farobi menyatakan bahwa praktik jastip termasuk dalam kategori impor ilegal karena para pelaku bisnis tidak membayar bea masuk sesuai dengan ketentuan.

Adapun ketentuan yang telah berlaku adalah setiap barang hasil jastip yang termasuk dalam kategori barang bukan keperluan pribadi sepatutnya dikenakan PPN (Pajak Pertambahan Nilai) sebanyak 10%. Pajak jastip yang harus diperhitungkan dari setiap item komoditi jastip mencakup bea masuk sebesar 10% dan juga pajak jastip lainnya yaitu PPH sebesar 2%.

Lebih lanjut, Aflah menyebutkan pihaknya akan bertindak tegas untuk menekan angka kasus modus impor ilegal yang disebut mengancam daya saing produk – produk UMKM lokal. Aflah pun menghimbau kepada masyarakat luas untuk tidak menggunakan jasa jastip demi mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.

Keberatan Aprindo Atas Praktik Bisnis Jastip Ilegal

Sementara itu, Tutum Rahanta selaku Wakil Ketua dari Aprindo (Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia) menegaskan bahwa bisnis jastip ini turut mempengaruhi kestabilan perkembangan dan pertumbuhan usaha – usaha ritel. Ia memandang praktik jastip tidaklah memenuhi peraturan yang berlaku karena siapa saja individu yang bepergian ke luar negeri bisa melakukan bisnis jastip.

Keberatan pihak Aprindo didasarkan pada tanggungan beban atas barang – barang yang dijual melalui industri ritel kemungkinan besar tidak akan laku karena harga barang komoditi ritel akan dibebankan biaya sewa hingga karyawan. Berbeda jauh dengan harga barang jastip yang keuntungannya langsung masuk ke pelaku bisnis yang bersangkutan.

Sebagai informasi, penerapan larangan jastip ini dikenakan pada individu yang menjual barang – barang impor yang nilainya di bawah USD 100 alias Rp 1.5 Juta.

“Jastip (akan) juga menjadi atensi kita. Barang-barang yang di bawah 100 USD kita akan petakan melalui nota intelijen waspada pada produk-produk ini dari negara-negara ini,” terang Mohammad Aflah Farobi selaku Direktur Penerimaan dan Perencanaan Strategis, DJBC Kementerian Keuangan sebagaimana dilansir dari Merdeka.

Penjagaan dan pengawasan pihak Bea Cukai akan diperketat hingga ke pengumpulan informasi para pebisnis jastip barang – barang impor. Pengawasan akan jasa titip ini akan dilakukan terutama bagi para individu yang melakukan perjalanan melewati titik – titik rawan penyelundupan barang – barang impor.

“Kita akan profiling penumpang yang hilir mudik melalui bandara. Kita memetakan siapa saja seminggu sekali dua kali datang ke bandara. Atau di Batam sehari bisa dua kali bolak-balik ke Singapura,” jelas Aflah lebih lanjut.

Ketentuan Bisnis Jastip Menurut Pihak Bea Cukai

Hatta Wardhana selaku Kepala Subdirektorat Hubungan Masyarakat dan Penyuluhan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai menyebutkan pihak Bea Cukai tidak pernah menggunakan kata jastip.

Hal tersebut tertuang dalam peraturan pembawaan barang oleh penumpang yang ada dalam PMK (Peraturan Menteri Keuangan) Nomor 203 PMK 04 Tahun 2017 yang menjelaskan tentang Ketentuan Ekspor dan Impor Barang yang Dibawa Oleh Penumpang dan Awak Sarana Pengangkut.

Dalam peraturan tersebut dijelaskan, barang impor yang dibawa penumpang dikategorikan dalam dua jenis. Barang pribadi yang dibebaskan bea masuk dengan besaran free on board senilai USD 500 tiap penumpang. Sebaliknya, barang bukan pribadi akan dikenakan pajak jastip alias tarif bea masuk umum dan nilai pabean berdasar jumlah total nilai pabean barang – barang impor yang dibawa.

Sumber:
Serayu News
Merdeka

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Read More