Samarinda, JURNALKALTIM.COM – Dalam beberapa minggu terakhir, Kota Samarinda mengalami cuaca yang sangat panas, sehingga beberapa daerah di sana mengalami kekeringan. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) di Samarinda mencatat dalam 7 hari terakhir hampir tidak ada hujan yang turun, bahkan mencapai 0 mm. BMKG Kaltim perkirakan puncak kemarau akan terjadi hingga Oktober mendatang.
Menurut perkiraan Wiwi Indasari Azis sebagai Forecaster dari BMKG Samarinda, situasi kekeringan di Kalimantan Timur (Kaltim) diperkirakan akan berlangsung selama beberapa bulan ke depan, mulai dari bulan Juli hingga Oktober 2023. Hal ini karena rendahnya curah hujan dalam beberapa hari terakhir di kota ini.
Perlu digarisbawahi setiap kota memiliki prediksi yang berbeda-beda, jadi tidak semua wilayah Kaltim mengalami kekeringan. Namun, untuk Kota Samarinda kondisi kering ini diperkirakan akan berlangsung sampai Agustus dan September mendatang.
Intensitas Hujan Mulai Sangat Rendah di 9 Lokasi Kota Samarinda
Wiwi menjelaskan bahwa dalam pekan terakhir, pengamatan cuaca di 9 lokasi yang berbeda menunjukkan bahwa intensitas hujan sangat rendah. Bahkan ada beberapa tempat yang sama sekali tidak mendapatkan curah hujan (0mm) yang menjadi tanda untuk waspada terjadinya kekeringan.
“Kalau kita melihat sepekan terakhir, di 9 titik pantauan hujan intensitasnya rendah bahkan 0mm. Kita perkirakan puncaknya mulai Juli kemarin sampai dengan Oktober,” ungkap Wiwi di Kantornya (7/8/2023).
BMKG Samarinda juga telah mengkonfirmasi bahwa beberapa wilayah di selatan Kaltim, seperti Paser, sudah memasuki musim kemarau. Sementara itu, wilayah Samarinda dan sekitarnya, termasuk Kutai Kartanegara (Kukar) baru memasuki awal musim kemarau pada pertengahan Juli.
Wilayah-wilayah yang telah memasuki musim kemarau tentu akan menghadapi tantangan seperti penurunan pasokan air, dampak negatif pada pertanian, dan risiko kebakaran hutan lebih tinggi. Kondisi ini menunjukkan betapa pentingnya pengawasan dan tindakan yang efektif dalam mengelola sumber daya alam dalam menghadapi perubahan cuaca.
Masyarakat di Kota Samarinda dan sekitarnya perlu mengantisipasi pasokan air yang terbatas, salah satu caranya dengan menjaga penggunaan air dengan bijak. Selain itu, informasi dari para ahli cuaca dapat membantu pemerintah dan masyarakat dalam merencanakan tindakan yang tepat menghadapi situasi ini.
BMKG Kaltim Himbau Masyarakat Setempat untuk Bijak Menggunakan Air Bersih
Wiwi menjelaskan bahwa dalam menentukan perubahan musim di suatu wilayah, perlu dilakukan analisis data dalam rentang waktu 30 hari terakhir atau tiga periode dasarian. Berdasarkan data dari BMKG Kaltim pada bulan Juli sebelumnya, intensitas curah hujan di Kota Tepian sudah tercatat sangat rendah.
Melihat kondisi ini, Wiwi memberikan himbauan kepada masyarakat agar bijak dalam menggunakan air bersih. Ini sangat penting mengingat bahwa dampak dari musim kemarau ini akan menyebabkan berkurangnya pasokan air, terutama bagi mereka yang mengandalkan penyimpanan air hujan.
Pemahaman akan pentingnya konservasi air dan pengelolaan sumber daya air yang baik menjadi semakin krusial dalam situasi seperti ini. Melalui informasi ini, diharapkan masyarakat dapat mengambil tindakan proaktif untuk mengurangi penggunaan air yang tidak perlu dan menjaga sumber air yang ada.
Dengan demikian masyarakat dapat bertahan jika nanti sudah mencapai puncak musim kemarau. Meskipun menurut perkiraan kemarau ini tidak terjadi secara ekstrim, tetapi masyarakat tetap perlu melakukan pengelolaan sumber daya air yang baik. Sehingga dalam kondisi cuaca apapun dapat tetap menjaga keberlanjutan lingkungan dan kehidupan sehari-hari.
Kepala BMKG Minta Pemerintah Siapkan Mitigasi untuk Persiapan Hadapi Puncak Kemarau.
Kepala BMKG Kaltim, telah mengimbau kepada pemerintah daerah agar segera mengambil tindakan mitigasi dan bersiap-siap menghadapi puncak musim kemarau yang diperkirakan akan sangat kering ini.
Dwikorita menjelaskan bahwa dalam situasi ini, lahan pertanian memiliki risiko tinggi mengalami gagal panen karena kekurangan pasokan air pada fase pertumbuhan tanaman. Di samping itu ada sektor perikanan yang juga kemungkinan besar akan terdampak.
Dwikorita menekankan bahwa peluang dari situasi ini sebaiknya dimanfaatkan secara bijak. Peningkatan hasil tangkapan ikan karena dampak dari fenomena El Nino dan IOD Positif dapat mendukung ketahanan pangan, sehingga sektor perikanan bisa menjadi alternatif dalam menghadapi dampak musim kemarau.
Namun, di sisi lain, upaya untuk melindungi hasil pertanian juga harus menjadi prioritas agar risiko puso atau gagal panen dapat dihindari selama masa puncak musim kemarau 2023 berlangsung. Dalam hal ini sinergi antara kebijakan pemerintah dan kesadaran masyarakat sangat diperlukan.