Samarinda, JURNALKALTIM.com – Tampaknya fenomena kelas kosong bukan hal baru dalam ranah pendidikan Indonesia. Para siswa kini tampak kembali mengeluhkan kendala belajar akibat dari fenomena ini. Dalam merespons keluhan tersebut, Disdikbud Kaltim akhirnya memutuskan untuk menginvestigasi lebih mendalam dan mengambil langkah tegas terhadap guru-guru yang kurang bertanggung jawab dalam pelaksanaan proses pembelajaran.
Para Siswa SMA Mengeluhkan Fenomena Ini
Agus (nama samaran) merupakan salah satu siswa dari Sekolah Menengah Atas (SMA) yang ikut mengungkapkan keluhan mengenai minimnya keterlibatan guru dalam proses pengajaran di dalam kelas. Agus mengungkapkan bahwa kelasnya sering mendapat jadwal pelajaran kosong. Dia juga menyatakan bahwa tidak pernah ada penjelasan yang jelas terkait absennya para guru.
“Dalam satu hari ada empat mata pelajaran, tetapi hanya satu atau dua guru yang hadir, sedangkan sisanya jam kosong,” tambah Agus. Ia pun berharap agar kedepannya para guru yang sebelumnya kurang aktif dapat lebih konsisten untuk mengajar di dalam kelas, sehingga usaha keras siswa dalam belajar tidak akan sia-sia.
Tidak hanya Agus, Ayu (nama samaran) juga merupakan seorang siswi SMA di Samarinda yang membagikan pengalaman serupa. Namun, persentase kehadiran guru di sekolah Ayu masih lebih baik dibandingkan dengan Agus.
“Kalau di sekolah kami guru-guru masih sering masuk, palingan cuma ada beberapa guru saja yang tidak masuk, walaupun tidak masuk itupun pasti kami di kasih tugas,” jelas Ayu.
Disdikbud Kaltim akan Menindak Tegas Guru yang Lalai
Kepala Bidang SMA Disdikbud Kaltim, Muhammad Jasniansyah, merespons aduan para siswa mengenai absennya guru di kelas. Menurutnya, guru memiliki peran yang sangat penting sebagai pengajar yang tidak boleh diabaikan. Disdikbud Kaltim pun selanjutnya akan mengadakan investigasi dan mengumpulkan data sebelum menerapkan sanksi.
“Jika laporan tersebut terbukti benar, kami akan mengambil tindakan yang sesuai terhadap sekolah yang bersangkutan,” ungkapnya. Jasniansyah juga menekankan bahwa sanksi tidak akan diberlakukan segera terhadap para guru yang dinilai kurang aktif tersebut. Keputusan akhir pun nantinya akan dipertimbangkan dengan cermat.
Jasniansyah juga menambahkan, “Kami belum dapat memberlakukan sanksi, karena perlu dilakukan penelitian lebih mendalam mengenai kasus ini. Kami perlu meninjau kembali situasi secara lebih rinci, termasuk alasan dari sekolah-sekolah tersebut, sebelum mengambil tindakan lebih lanjut.”
Muhammad Jasniansyah juga mengungkapkan ajakan kepada guru-guru yang kurang aktif dalam aktivitas pembelajaran, supaya mampu meningkatkan konsistensi dalam memberi pengajaran di dalam kelas. Baginya, peranan guru memiliki dampak yang besar dalam melaksanakan dan mencapai kesuksesan proses belajar-mengajar di sekolah, yang turut mempengaruhi mutu dan prospek para siswa di masa depan.
Kelas Kosong Memberikan Efek Negatif Bagi Para Siswa
Keberadaan fenomena kelas kosong sebenarnya berpotensi menimbulkan efek negatif pada proses belajar-mengajar di sekolah. Dampak tersebut secara langsung dirasakan oleh para siswa, yang dapat mengganggu perkembangan mereka dalam berbagai aspek seperti pengetahuan, sikap, dan disiplin di masa mendatang.
Akan tetapi, faktor apa sebenarnya yang membuat guru-guru tersebut untuk absen dalam pengajaran kelas? Penyebab pun ini telah dianalisis oleh Pusat Penelitian Kebijakan, Balitbang Kemendikbud pada tahun 2013.
Berdasarkan publikasi tersebut, teridentifikasi 11 faktor penyebab, dengan “izin resmi untuk keperluan di luar sekolah” (33,33%) menjadi alasan utama ketidakhadiran guru. Faktor ini diikuti oleh “sakit dengan surat keterangan” (19,05%) dan “tugas rapat di luar lokasi sekolah” (15,48%).
Adapun faktor keempat adalah “diberi tugas pelatihan” (15,48%), dengan tujuh faktor lainnya masing-masing kurang dari 5%. Data tersebut mengindikasikan peran manajemen sekolah dalam kasus ketidakaktifan guru.
Selain itu, data yang sama juga mengungkap beberapa dampak merugikan bagi para siswa akibat situasi kelas kosong yang mereka hadapi. Ini termasuk “ketidakdisiplinan siswa” (20,26%), “ketinggalan materi pelajaran” (18,55%), “penurunan efektivitas belajar” (18,24%), dan “gangguan terhadap kelas lain” (15,17%). (MUH/ADV/DISDIKBUDKALTIM).