Samarinda, JURNALKALTIM.COM – Sebagai langkah dalam mengurangi dampak stunting, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kalimantan Timur (Kaltim) mengoptimalkan kinerja Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) yang telah dibentuk dengan melakukan pemerataan TPPS dari tingkat provinsi, tingkat kota hingga tingkat desa. Langkah ini terus dilakukan sebagai upaya dalam mengatasi masalah stunting di berbagai daerah di Provinsi Kaltim.
TPPS sebagai Penyalur Layanan Kesehatan Kaltim
Jaya Mualimin selaku Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kaltim menyebutkan bahwa agar penyaluran layanan kesehatan dapat menjangkau ke seluruh wilayah Kaltim hingga yang terpencil, maka perlu dibentuk TPPS secara komprehensif.

Sumber Gambar : Tribun Kaltim
“Di seluruh daerah kita sudah bentuk Tim Percepatan Penurunan Stunting, mulai tingkat provinsi, kota sampai ke desa,” ucap Jaya.
Menurutnya, penanganan dampak stunting juga memerlukan koordinasi dan dukungan yang sinergis dari berbagai pihak terkait termasuk DKP3A serta BKKBN. Hal ini dilakukan agar pengoperasian TPPS di seluruh wilayah Kaltim dapat berjalan dengan optimal.
Dalam Peraturan Presiden (Perpres) Republik Indonesia (RI) No. 72 Tahun 2021, mengenai Percepatan Penurunan Stunting, “stunting adalah gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak akibat kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang, yang ditandai dengan panjang atau tinggi badannya di bawah standar yang ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan.” Perpres ini merupakan landasan hukum untuk strategi kelembagaan pusat dan daerah dalam menangani masalah stunting di berbagai daerah di Indonesia.
Target utama pemerintah Republik Indonesia (RI) dalam upaya penurunan jumlah total dari keseluruhan stunting yang terjadi (prevalensi) untuk tahun 2024 adalah sebesar 14%. Dimana upaya Dinkes Kaltim membentuk TPPS ini, seiringan dengan target yang ingin dicapai pemerintah.
Menurut data Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dalam hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI), Indonesia mengalami penurunan prevalensi stunting. Dimana pada tahun 2021 sebesar 24,4% dan pada tahun 2022 menurun menjadi 21,6%. Sementara standar WHO dalam menentukan indeks prevalensi stunting adalah kurang dari 20%. Angka ini membuat Pemprov Kaltim optimis mampu menyumbang penurunan prevalensi stuntinghingga menyentuh angka 14% di tahun 2024.
Sementara dilansir dalam laman website kaltimprov, Pemprov Kaltim telah menyiapkan anggaran sebesar Rp 3,7 miliar untuk menangani masalah stunting. Dimana mengurangi dampak stuntingtelah menjadi masalah prioritas yang harus dituntaskan. Tercatat bahwa menurut hasil SSGI, prevalensi stunting untuk wilayah Kaltim mengalami kenaikan 1,1 persen. Yang pada mulanya di tahun 2021 tercatat sebesar 22,8%, namun pada 2022 mampu mencapai 23,9%.
Sanitasi Yang Buruk Memicu Dampak Stunting
Sanitasi merupakan upaya dalam menjaga dan mengawasi faktor dan kondisi lingkungan agar lebih sehat. Hal yang dimaksud mencakup air, udara, tanah dan benda fisik lainnya. Sementara kondisi lingkungan yang lebih sehat meliputi ketersediaan air bersih dan wadah maupun tempat yang dimanfaatkan sebagai sarana pembuangan limbah.
Sanitasi yang buruk dapat meningkatkan perkembangan bakteri dan memperbesar peluang penyebaran penyakit infeksi seperti diare dan cacingan pada anak. Bayi dan anak balita yang terlalu lama dibiarkan mengidap penyakit infeksi bakteri, kurang optimal dalam menyerap asupan nutrisi hingga dapat mengakibatkan dampak stunting. Kondisi kronis yang dapat terjadi pada anak yang mengidap stunting berdampak pada lambatnya perkembangan otak dan gangguan pertumbuhan pada tubuh anak hingga mengakibatkan postur tubuh yang tidak optimal.
WHO menyebutkan bahwa terkait dampak akibat anak mengidap stunting, terdapat dampak jangka panjang dan jangka pendek. Dampak jangka panjang yang dapat ditimbulkan yaitu diantaranya peningkatan resiko obesitas dan penyakit turunan lainnya, pertumbuhan otak terganggu yang mengakibatkan prestasi belajar dan produktivitas kerja tidak optimal, postur tubuh tidak optimal, serta kesehatan reproduksi yang menurun.
Sementara dampak stunting jangka pendek meliputi, daya tahan tubuh lemah yang menyebabkan anak sering sakit, perkembangan kognitif dalam mengingat, membaca dan penalaran logis yang terganggu, kurangnya kemampuan motorik seperti berjalan, berlari, menendang dan mengangkat, serta kemampuan verbal anak dalam berbicara maupun membaca tidak optimal.