24.1 C
Samarinda
Kalimantan TimurUpacara Penurunan Bendera HUT ke-78 RI, Hadi Apresiasi Paskibraka

Upacara Penurunan Bendera HUT ke-78 RI, Hadi Apresiasi Paskibraka

Samarinda, JURNALKALTIM.com – Wakil Gubernur Kalimantan Timur, Hadi Mulyadi, memimpin upacara penurunan bendera Merah Putih pada peringatan Hari Ulang Tahun ke-78 Kemerdekaan Republik Indonesia di Stadion Gelora Kadrie Oening, Kota Samarinda pada Kamis, 17 Agustus 2023. Upacara tersebut dihadiri oleh perwakilan Forkopimda Kaltim, Sekprov Kaltim Sri Wahyuni, Wakil Wali Kota Samarinda Rusmadi Wongso, anggota DPRD Kaltim, dan perangkat daerah lingkup Pemprov Kaltim.

Hadi Apresiasi Paskibraka dalam Upacara HUT ke-78 RI

Hadi mengapresiasi kinerja tim Paskibraka yang telah mengerahkan segala kemampuan, waktu, tenaga dan pikiran untuk berkontribusi dalam suksesnya peringatan HUT Kemerdekaan RI. Ia juga mengucapkan terima kasih kepada seluruh anggota paskibraka yang dipilih dari siswa-siswi terbaik di seluruh Kabupaten/Kota di provinsi Kaltim.

Upacara penurunan bendera Merah Putih merupakan salah satu rangkaian kegiatan dalam peringatan HUT Kemerdekaan RI. Upacara ini dilakukan dengan khidmat dan penuh penghormatan sebagai bentuk penghargaan kepada para pahlawan yang telah berjuang demi kemerdekaan bangsa. Bendera Merah Putih yang menjadi simbol keberanian dan semangat juang bangsa Indonesia diturunkan dengan hormat oleh pasukan pengibar bendera pusaka (paskibraka) Tim Meranti.

Paskibraka merupakan singkatan dari Pasukan Pengibar Bendera. Pasukan ini terdiri dari siswa-siswi terbaik yang dipilih dari seluruh Kabupaten/Kota di provinsi untuk mengibarkan bendera Merah Putih pada upacara HUT Kemerdekaan RI. Para anggota paskibraka menjalani latihan yang intensif untuk mempersiapkan diri dalam melaksanakan tugasnya dengan baik.

Upacara penurunan bendera Merah Putih ini menjadi momen yang sangat berharga bagi seluruh rakyat Indonesia. Melalui upacara ini, kita dapat mengenang jasa-jasa para pahlawan yang telah berjuang demi kemerdekaan bangsa dan menghormati nilai-nilai yang telah diperjuangkan oleh para pendiri bangsa.

Apresiasi Paskibraka, Kemerdekaan
Upacara Penurunan Bendera HUT ke-78 RI, Hadi Apresiasi Paskibraka

“Alhamdulillah semuanya lancar. Saya bangga dan saya ucapkan terima kasih kepada adik-adik Paskibra. Semoga kita semua selalu diberikan kesehatan dan selalu dalam lindungan Allah Subhanahu Wata’ala,” ucap Hadi.

Setelah prosesi penurunan sang saka merah putih selesai, Wagub Hadi bersama Sekprov Sri Wahyuni turun untuk menyalami seluruh anggota paskibraka. Mereka memberikan ucapan terima kasih dan apresiasi paskibraka atas dedikasi dan kerja keras para anggotanya dalam melaksanakan tugasnya dengan baik.

Dalam perayaan peringatan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia setiap tahunnya, sorotan tak terpisahkan dari pengibaran bendera pusaka yang mengobarkan semangat juang dan patriotisme bangsa. Namun, latar belakang dan perjalanan panjang Paskibraka, para pemuda yang berperan dalam pengibaran bendera pusaka, tidak selalu dikenal secara mendalam.

Mengenang Jejak Paskibraka: Menciptakan Tradisi Pengibaran Bendera dalam Kemerdekaan

Gagasan ini bermula pada tahun 1946, ketika ibu kota negara dipindahkan ke Yogyakarta. Merayakan ulang tahun Proklamasi Kemerdekaan RI yang pertama, Presiden Soekarno menginstruksikan Mayor (Laut) Husein Mutahar, seorang ajudan setia, untuk memimpin pengibaran bendera pusaka di halaman Istana Gedung Agung Yogyakarta. Dalam momen itu, tercetuslah suatu gagasan spektakuler: pengibaran bendera pusaka sebaiknya dilakukan oleh generasi muda dari seluruh penjuru tanah air, mewakili semangat perjuangan bangsa.

Namun, keterbatasan pelaksanaan tak menyurutkan semangat. Hanya mampu melibatkan lima pemuda (tiga putra dan dua putri) yang kebetulan berada di Yogyakarta, yang secara simbolis melambangkan Pancasila. Karya ini dilanjutkan hingga tahun 1949 dengan cara yang serupa, meski belum meraih potensi penuh.

Tahun 1950, ibu kota kembali ke Jakarta dan Husein Mutahar melepaskan tugasnya dalam pengibaran bendera pusaka. Tradisi ini pun dipegang oleh Rumah Tangga Kepresidenan hingga tahun 1966. Dalam periode ini, para pelajar dan mahasiswa Jakarta turut serta dalam upacara pengibaran.

Pada 1967, Presiden Soeharto menghadirkan kembali Husein Mutahar untuk mengelola pengibaran bendera pusaka. Inspirasi dari peristiwa 1946 di Yogyakarta memicu gagasan baru: tiga kelompok pengibar dengan angka yang memiliki makna mendalam. Pasukan 17, yang berperan sebagai pengiring; Pasukan 8, sebagai pembawa bendera inti; dan Pasukan 45, sebagai pengawal. Angka-angka ini menggambarkan tanggal penting, 17 Agustus 1945 (17-8-45). Meski terbatas dalam memilih anggota, terutama di kelompok 45, akhirnya Pasukan Pengawal Presiden menjadi sumber anggota yang mudah dijangkau.

Sejak 17 Agustus 1968, tanggung jawab pengibaran bendera pusaka diemban oleh pemuda dari berbagai provinsi. Kendati beberapa provinsi belum dapat berpartisipasi, para anggota yang pernah terlibat pada 1967 turut melengkapi kebutuhan tersebut.

Puncaknya pada 5 Agustus 1969, di Istana Negara Jakarta, Bendera Pusaka Merah Putih digantikan oleh bendera duplikat. Acara ini juga menyaksikan penyerahan duplikat Naskah Proklamasi oleh Soeharto kepada Gubernur/Kepala Daerah Tingkat I di seluruh Indonesia. Dengan demikian, Bendera Pusaka dapat terus bertugas dalam tugasnya mengantar dan menjemput bendera duplikat yang dikibarkan. Pada tahun 1969, anggota Paskibraka berasal dari remaja siswa SLTA dari seluruh pelosok Indonesia, mewakili tiap provinsi dengan sepasang remaja putra dan putri.

Terminologi “Pasukan Pengerek Bendera Pusaka” digunakan dari 1967 hingga 1972. Kemudian, pada tahun 1973, Idik Sulaeman merumuskan nama baru, “Paskibraka”, yang merujuk pada singkatan PAS (Pasukan), KIB (Kibar), RA (Bendera), dan KA (Pusaka). Sejak saat itu, para pengibar bendera pusaka dikenal dengan sebutan Paskibraka, melambangkan semangat pemuda dalam mengibarkan bendera pusaka negara.
(Dty/adv)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Read More