24.1 C
Samarinda
InternasionalPenyalahgunaan Data Privasi, Google Membayar $93 Juta Kepada California

Penyalahgunaan Data Privasi, Google Membayar $93 Juta Kepada California

JURNALKALTIM.COM – Data privasi lokasi yang terdapat didalam opsi pengaturan akun Google, sepenuhnya dapat diaktifkan atau dinonaktifkan oleh penggunanya. Namun, bagaimana jika opsi non aktif tersebut tidak sepenuhnya sesuai dengan pemahaman selama ini?

Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan oleh tim penyelidik Jaksa Agung California, ditemukan bahwa kenyataannya pada saat pengguna mematikan “Riwayat Lokasi”, Google tetap melakukan pelacakan dan menyimpan data tersebut di dalam sistem mereka untuk kebutuhan komersial perusahaan. Hal ini yang menyebabkan pihak California menuntut Google atas penyalahgunaan data privasi pengguna.

Perusahaan raksasa Google telah setuju melakukan pembayaran sejumlah $93 juta, atau setara dengan 1,4 triliun Rupiah, sebagai bagian dari penyelesaian gugatan yang diajukan oleh Jaksa Agung California, terkait praktik pelacakan lokasi secara diam-diam. Penyelesaian ini merupakan bentuk upaya keras dari Google untuk menjaga transparansi dan integritas dalam mengelola data lokasi pengguna.

Praktik Pelacakan Lokasi yang Kontroversial

data privasi, riwayat lokasi, google maps
Penyalahgunaan Data Privasi, Google Membayar $93 Juta Kepada California
Foto : Ary / voi.id

Dalam gugatan yang diajukan oleh Jaksa Agung California mengungkapkan bahwa Google telah menyesatkan konsumen dengan memberikan kesan bahwa mereka memiliki kendali penuh atas informasi lokasi, sementara sebenarnya perusahan terus menerus mengumpulkan dan menyimpan data lokasi pengguna secara diam-diam.

Meskipun dalam pengaturan Google memberikan opsi kepada pengguna untuk mematikan “Riwayat Lokasi”, mode pelacak tetap aktif melalui sumber lainnya, termasuk pelacak aktivitas situs dan aplikasi, “web and app activity”, dari pengguna akun di Google.

Jaksa Agung California, Rob Bonta, menyatakan dalam pernyataannya bahwa tim penyelidik mengungkapkan bahwa saat pengaturan sudah dinonaktifkan, dan muncul notifikasi Google tidak melacak lokasi penggunanya, namun kenyataannya pihak Google tetap terus melacak dan menyimpan aktivitas pengguna demi keuntungan komersial.

Google Setuju dengan Persyaratan Penyelesaian Data Privasi Pengguna

“Penyelidikan kami mengungkapkan bahwa Google memberitahu penggunanya satu hal – bahwa mereka tidak akan lagi melacak lokasi mereka begitu mereka memilih keluar – tetapi melakukan yang sebaliknya dan terus melacak pergerakan penggunanya untuk keuntungan komersialnya sendiri. Itu tidak dapat diterima, dan kami meminta pertanggungjawaban Google,” jelas Rob Bonta.

Salah satu poin penting dalam gugatan ini adalah perbedaan antara representasi Google mengenai pengelolaan data lokasi pengguna dan kenyataan yang ditemukan oleh Jaksa Agung. Meskipun Google memberikan opsi untuk mematikan “Riwayat Lokasi”, perusahaan terus mengumpulkan data lokasi melalui sumber lain, yang menyiratkan bahwa opsi ini tidak sepenuhnya efektif.

Google Akan Meningkatkan Transparansi dan Privasi 

Google telah sepakat untuk sejumlah persyaratan sebagai bagian dari penyelesaian ini. Salah satunya adalah kewajiban untuk menjadi lebih transparan dalam praktik pelacakan lokasi mereka.

Google juga akan memberi tahu pengguna sebelum menggunakan informasi lokasi untuk membuat profil iklan yang ditargetkan. Selain itu, Google akan meminta persetujuan dari kelompok kerja privasi internal mereka sebelum mengimplementasikan perubahan materi apa pun pada privasi pengguna.

“Konsisten dengan perbaikan yang telah kami lakukan dalam beberapa tahun terakhir, kami telah menyelesaikan masalah ini, yang didasarkan pada kebijakan produk usang yang kami ubah bertahun-tahun yang lalu.” jelas José Castaneda, juru bicara Google.

Gugatan Terkait Privasi Lokasi dan Navigasi Google Sebelumnya

Ini bukan kali pertama Google berhadapan dengan gugatan terkait privasi lokasi. Pada tahun 2022, Google juga telah menyelesaikan gugatan serupa yang diajukan oleh jaksa agung dari 40 negara bagian yang mengklaim praktik privasi lokasi yang menipu. Penyelesaian tersebut melibatkan pembayaran sebesar hampir $392 juta.

Gugatan Keluarga Paxson dan Tanggapan Google

Selain itu, Google juga terlibat dalam gugatan yang terkait dengan penggunaan Google Maps. Pada tahun 2022, seorang pria bernama Philip Paxson meninggal setelah menabrak sungai di bawah jembatan yang runtuh, dan keluarganya menggugat Google karena kelalaian dalam memberikan rute yang aman.

Terkait penggunaan layanan aplikasi Google Maps. Pada tanggal 30 September 2022, polisi negara bagian menemukan truk pikap Paxson terbalik di bawah jembatan yang runtuh hampir satu dekade sebelumnya. Saat kecelakaan tragis itu terjadi, Paxson baru saja kembali dari ulang tahun putrinya.

“Gadis-gadis kami bertanya bagaimana dan mengapa ayah mereka meninggal, dan saya kehilangan kata-kata yang dapat mereka pahami karena, sebagai orang dewasa, saya masih tidak dapat memahami bagaimana mereka yang bertanggung jawab atas arah GPS dan jembatan dapat bertindak dengan sangat sedikit perhatian terhadap kehidupan manusia.” ungkap Alicia Paxson, istri Philip Paxson.

Gugatan yang diajukan oleh keluarga Paxson juga menyoroti sejumlah perusahaan manajemen properti pribadi yang bertanggung jawab atas tanah tempat kecelakaan itu terjadi dan untuk plot sekitarnya.

Dilansir dari situs The Guardian, juru bicara Google menjelaskan bahwa pihak Google turut berduka cita atas kehilangan yang dialami keluarga Paxson. Mereka akan meninjau kembali gugatan yang diberikan terkait pemberian informasi perutean tersebut.

“Kami memiliki simpati terdalam untuk keluarga Paxson. Tujuan kami adalah memberikan informasi perutean yang akurat di Maps dan kami sedang meninjau gugatan ini,” ujar jubir Google.

Pentingnya Akurasi dan Keamanan dalam Navigasi Digital

Kasus-kasus seperti ini menciptakan pertanyaan serius tentang tanggung jawab perusahaan teknologi besar seperti Google dalam memberikan arahan dan informasi lokasi kepada pengguna mereka.

Beberapa insiden tragis yang terkait dengan penggunaan Google Maps menggugah kekhawatiran tentang betapa pentingnya akurasi dan keamanan dalam navigasi digital. Kejadian tragis ini tidak hanya dialami oleh keluarga Paxson, di tahun-tahun sebelumnya terjadi juga di beberapa negara lain, termasuk Indonesia.

Pada tahun 2020, seorang pengendara Rusia berusia 18 tahun meninggal kedinginan setelah terdampar di Serbia karena mengikuti rute Google Maps yang salah. Pada tahun 2019, seorang pengemudi truk di Jakarta, Indonesia, melaju dari tebing setelah mengikuti rute Google Maps yang hanya diperuntukkan bagi sepeda motor.

Penyelesaian Gugatan sebagai Langkah Menuju Transparansi dan Keamanan

Kasus-kasus ini menunjukkan pentingnya perusahaan teknologi seperti Google untuk terus meningkatkan akurasi dan keamanan dalam layanan navigasi mereka. Google akan terus diawasi ketat oleh pihak berwenang dan masyarakat umum dalam hal privasi lokasi dan navigasi digital.

Penyelesaian gugatan ini menjadi langkah positif dalam mendorong perusahaan teknologi untuk lebih transparan dan bertanggung jawab dalam mengelola data pengguna mereka serta meningkatkan keamanan dalam penggunaan layanan mereka.

Tetapi perlu diingat juga bahwa pengguna memiliki tanggung jawab untuk tetap waspada dan menggunakan layanan navigasi dengan bijak demi keselamatannya sendiri.

sumber:
Google to pay $93m in settlement over deceptive location tracking | Google | The Guardian

Family sues Google after Maps allegedly directed father off collapsed US bridge | Google | The Guardian

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Read More