INTERNASIONAL, JURNALKALTIM.com – Dolar naik signifikan pada sesi Asia menjelang diumumkannya data ekonomi AS dan laporan laba kuartal kedua, Selasa sore. Sebaliknya, data perdagangan China justru mengalami penurunan drastis yang menandakan bahwa pemulihan ekonomi di China dinilai belum stabil.
Penyebab Turunnya Data Perdagangan China
Meskipun sebagian investor mengabaikan penurunan terhadap angka perdagangan China, namun ketegangan di antara dua ekonomi terbesar di dunia itu terlihat cukup memanas. Pasalnya, sejak dibukanya kembali kebijakan lockdown akibat pandemi Covid-19, China mengalami ekspansi pada bulan Juni yang mengakibatkan perlambatan pada laju pertumbuhan ekonomi dalam 5 (lima) bulan.
“Jika Anda melihat pada tingkat global, semua hal yang muncul (dari China dan Eropa) menunjukkan bahwa pertumbuhan masih melambat dan Anda memiliki latar belakang geopolitik antara AS dan China yang akan menjadi sedikit masalah,” kata Jack Janasiewicz, kepala ahli strategi portofolio di Natixis Investment Managers Solutions.
Diketahui, persentase ekspor China menurun pada bulan Juli dari tahun sebelumnya yaitu sebesar 12,5 persen. Sedangkan para ekonom Reuters menambahkan persentase ini memanjang sebesar 12,4 persen pada Juni. Bahkan, angka ini dinilai sebagai pembacaan paling buruk sejak awal pandemi pada Februari 2020 lalu.
Sementara itu, angka impor di China juga turut mengalami penurunan sebesar 12,4 persen. Hal ini menandakan bahwa kondisi perekonomian di China yang tengah goyah.
“Angka ekspor dan impor yang lebih lemah itu hanya menggarisbawahi permintaan eksternal dan domestik yang lemah dalam ekonomi China,” kata Carol Kong, ahli strategi mata uang di Commonwealth Bank of Australia.
Indeks Dolar Naik
Federal Reserve memperkuat ekspektasi terhadap kenaikan suku bunga pada akhir bulan. Tercatat, indeks dolar naik 0,272%, dengan euro turun 0,22% menjadi $1,0853. Yen Jepang melemah 0,14% terhadap dolar AS menjadi 144,66 per dolar, sementara Poundsterling diperdagangkan pada $1,2701, turun 0,09% pada hari tersebut.
Sementara itu, Indeks Pergerakan Investor (IMX) naik pada Juli sebesari 5,53. Jumlah ini mengalami peningkatan yang sangat tipis dari bulan Juni sebesar 5,46. Meskipun demikian, notulen Fed tetap bergantung pada data ekonomi AS yang akan diluncurkan bersamaan dengan dimulainya musim laporan laba perusahaan kuartal kedua.
“Pasar sedang menunggu data ekonomi,” kata Paul Nolte, penasihat kekayaan senior dan strategi pasar di Murphy & Sylvest Wealth Management.
“Karena Fed bergantung pada data, begitu juga pasar.”imbuhnya.
Federal Reserve mengatakan kredit bergulir tumbuh pada tingkat tahunan sebesar 7,1 persen, sedangkan kredit non-bergulir berkembang pada tingkat tahunan sebesar 3,0 persen per 7 Agustus 2023.
“Beberapa orang akan berpendapat bahwa pertumbuhan AS sangat kuat saat ini, yang secara alami akan menyebabkan risiko inflasi yang lebh besar,” ungkap Gary Dugan, kepala investasi di Dalma Capital.
Penurunan Peringkat Kredit AS
11 sektor berada dalam zona merah pada 3 Agustus 2023 kemarin. Hal ini telah disebutkan oleh ASX200 menyusul pukulan keras pada pasar AS. Fitch, salah satu perusahaan peringkat kredit terkemuka menurunkan angka kreditnya dari AA menjadi AA+ kemudian diikuti oleh S&P 500 yang mengalami penurunan sebesar 1,4%.
Diketahui, angka penurunan tersebut mencapai 96 poin atau sebanyak 7.355 alias sebesar -1,3%. Kemudian pada Kamis ASX200 kembali turun sebesar 21,2 poin menjadi 7.333,4 (-0,21%), tepatnya pada pukul 10:04 pagi. Pada akhir hari perdagangan, S&P/ASX200 turun lagi sebesar 42,80 poin menjadi 7.311,80 (-0,58%). Indeks ini sekarang berada 3,38% di bawah titik tertinggi dalam 52 minggu.
Lebih lanjut, pada 7 Juli Federal Reserve AS memberikan kekhawatiran terhadap kenaikan suku bunga yang berpengaruh pada turunnya ASX200 sebesar 120,60 poin atau sebanyak 1,68% menjadi 7.042,80. Jumlah ini tercatat yang paling rendah dalam 50 hari terakhir.
Kemudian berlanjut pada pertengahan hari, S&P/ASX 200 kembali turun sebesar 113 poin, atau 1,6% menjadi 7.050. Tercatat, sebanyak 189 dari 200 saham teratas pun masih berada dalam zona merah selama lebih dari dua jam setelah perdagangan dimulai. Indeks ini disebutkan telah kehilangan -2,23% dalam lima hari terakhir.