24 C
Samarinda
InternasionalBurung Takahe : Hewan Prasejarah yang Sempat Punah Kini Kembali ke Alam...

Burung Takahe : Hewan Prasejarah yang Sempat Punah Kini Kembali ke Alam Liar

JURNALKALTIM.com – Baru-baru ini masyarakat Selandia Baru tengah merayakan pelepasan Burung Takahe ke alam liar setelah sebelumnya dinyatakan punah, tepatnya pada satu abad yang lalu. Aves yang memiliki nama latin Porphyrio hochstetteri ini menjadi aset berharga bagi Aotearoa karena sudah ada sejak zaman kuno dan keberadaannya pun terdeteksi hingga zaman Pleistosen prasejarah.

Sejarah Burung Takahe

Burung Takahe kebanggaan Selandia Baru sebelumnya sempat dinyatakan punah pada tahun 1898. Diketahui, kepunahan mereka disebabkan oleh adanya introduksi hewan-hewan lain seperti  musang, kucing, ferret, dan tikus oleh para pemukim Eropa.

Namun, di tahun 1948 keberadaan mereka kembali ditemukan oleh Geoffrey Orbell di sekitar Danau Te Anau di Pegunungan Murchison, Pulau Selatan, pada 20 November 1948. Sejak saat itu, pemerintah pun berkomitmen untuk melakukan konservasi guna mempertahankan sekaligus meningkatkan populasi mereka.

Burung Takahe
Burung Takahe Hewan Prasejarah yang Sempat Punah Kini Kembali ke Alam Liar
Foto : Steemit

Tercatat, Burung Takahe memiliki ciri-ciri khusus yang mana dirinya tidak memiliki kemampuan untuk terbang. Meskipun tergolong ke dalam kelas Aves, spesies ini justru memiliki kemampuan beradaptasi untuk mengambil peran yang biasanya dimainkan oleh mamalia dalam ekosistemnya.

Secara visual, Takahe memiliki bulu berwarna biru-kehijauan atau ungu-kebiruan dan bentuk tubuh yang hampir bulat sempurna. Kedua kakinya pun berwarna merah cerah serta memiliki tinggi rata-rata sekitar 50 cm. Bukan hanya itu, Burung Takahe bahkan memiliki suara yang berisik dan keras serta paruh yang besar.

“Tampaknya hampir seperti zaman prasejarah. Dari depan, tubuh mereka terlihat hampir bulat sempurna, ditambah dengan bulu berwarna biru kehijauan, mereka tampak seperti Planet Bumi kecil yang berdiri diatas dua kaki panjang berwarna merah cerah,” kata Tūmai Cassidy, dari Suku Ngāi Tahu, yang mendiami habitat burung takahe, dikutip dari Greek Reporter.

Pelepasan 18 Takahe di Danau Whakatipu

Sejak kabar kepunahan Burung Takahe sudah diketahui oleh dunia, pemerintah Selandia Baru kemudian memanfaatkan peluang untuk melakukan konservasi dan inkubasi sejak ditemukannya kembali spesies tersebut pada tahun 1948 lalu.

Diketahui, populasi Takahe perlahan meningkat dengan berbagai metode yang dilakukan seperti perkawinan inovatif. Program ini pun dilakukan langsung oleh Departemen Konservasi [DOC] Selandia Baru dan suku Ngāi Tahu.

Tercatat, saat ini terdapat sekitar 500 Burung Takahe yang berhasil diregenerasi. Jumlah itu pun dinyatakan terus meningkat setiap tahunnya sebanyak delapan persen. Tentu, keberhasilan tersebut membawa angin segar, khususnya bagi Pemerintah Selandia Baru dan masyarakatnya.

Baru-baru ini, Aotearoa (Selandia Baru) bahkan dikabarkan telah melangsungkan pelepasan Burung Takahe ke alam liar sebanyak 18 ekor. Kegiatan ini pun dilaksanakan di Danau Whakatipu di South Island,  Selandia Baru dengan harapan mengembalikan Takahe ke habitat asalnya.

Meskipun demikian, salah satu pekerja DOC Deidre Vercoe mengaku tidak mudah dalam menciptakan populasi baru Takahe di habitat asalnya. Ia menyebut bahwa dibutuhkan dedikasi dan waktu yang cukup panjang untuk menyukseskan rencana tersebut.

Lebih lanjut, Vercoe menjelaskan bahwa pihaknya telah menyebar perangkap untuk hewan-hewan lain di alam liar guna melindungi kelangsungan hidup spesies tersebut. Pasalnya, negara sangat berkomitmen untuk melindungi harta berharga milik Selandia Baru ini.

“Pemasangan perangkap untuk musang, ferret, dan kucing liar telah mengurangi jumlah pemangsa,” katanya.

Selain itu, upaya Selandia Baru dalam pemeliharaan Takahe juga rencananya akan dilakukan melalui misi nasional, yakni dengan menghilangkan pemangsa invasif pada tahun 2050 mendatang. Usai misi tersebut selesai, Pemerintah Selandia Baru kemudian akan kembali melepaskan spesies Takahe ke habitat liar dengan tetap menjaga keberadaannya melalui kawasan yang dilindungi.

Dengan ikatan kerja sama antara DOC dan orang-orang Māori di tanah Ngāi Tahu, pelepasan Burung Takahe ini tentu memiliki makna yang sangat sakral, khususnya bagi para leluhur. Sebagai informasi, masyarakat zaman dulu mengumpulkan bulu-bulu Takahe guna dianyam dan dijadikan jubah.

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Read More