SAMARINDA, JURNALKALTIM.com – Somasi yang dilayangkan PT Dardjat Bina Keluarga (DBK) kepada PT Medical Etam (ME) mengungkap fakta mengejutkan. Terbitnya persetujuan perubahan anggaran dasar oleh Kemenkumham dengan SK Pengesahan nomor AHU-0032995.AH.01.02.Tahun 2023 tertanggal 14 Juni 2023, justru menambah rumit kisruh antar pemegang saham di RS Haji Darjad.
Kurangnya Keterperincian dalam Somasi PT DBK kepada PT ME
Namun, somasi pertama yang berisi 11 poin dinilai tidak spesifik. Fitriyana, S.H., M.Kn., dari Kantor Notaris dan PPAT Kutai Kartanegara mengungkapkan hal ini. Menurutnya, somasi pertama dari PT DBK tidak menjelaskan dengan jelas maksud dan tujuannya. Bahkan, dikhawatirkan hal yang sama akan terjadi pada somasi kedua yang dikirim oleh PT DBK kepada PT ME. Fitriyana menyatakan, ” Dari somasi ini maunya apa, tidak tergambar dengan jelas,” katanya, saat ditemui Rabu 5 Juli 2023.
Sementara itu, beberapa poin penting yang menjadi latar belakang somasi tersebut tidak dijelaskan secara rinci. Beberapa poin tersebut antara lain pembatalan akta perubahan terakhir PT ME, permintaan klarifikasi kepada peserta Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) PT ME, upaya hukum yang dilakukan oleh PT DBK terhadap perubahan akta yang dilakukan secara sepihak, serta ancaman pidana jika ditemukan pihak yang sengaja merubah akta PT ME tanpa melibatkan PT DBK.
Fitriyana, seorang notaris yang telah berpengalaman sejak tahun 2011 tersebut, menyarankan agar permintaan salinan akta baru PT ME yang diajukan oleh PT DBK tidak perlu dilakukan melalui somasi. Menurutnya, cukup dengan mengajukan permintaan secara langsung tanpa melibatkan proses hukum yang rumit.
Melihat Objektivitas Duduk Perkara: Perbedaan Akta Notarial dan Akta Sekurel Menurut Fitriyana
Fitriyana mengatakan, ” Cukup datang saja minta, untuk apa somasi. “Menurutnya, penting untuk melihat masalah ini secara objektif. Jika permasalahannya terkait perubahan akta, maka perlu diperhatikan apakah perubahan tersebut bersifat notarial atau sekurel”. Kedua bentuk itu jelas ada perbedaannya,” tambahnya.

Sumber : Facebook
Fitriyana memberikan penjelasan bahwa jika akta bersifat notarial, maka dalam akta notaris menulis atau mencatatkan semua hal yang dilihat atau didengar sendiri secara langsung oleh notaris yang dilakukan para pihak saat Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Namun jika berbentuk sekurel, maka para pemegang saham melakukan RUPS dan membawa hasilnya untuk di notariskan.
Bagi Fitriyana, inti dari somasi PT DBK ke PT ME adalah pembatalan akta terakhir dan perubahan anggaran dasar oleh Kemenkumham. Disamping itu, menurutnya, RUPS merupakan organ perseroan yang memegang kekuasaan tertinggi dalam perseroan. “Dan harus ditaati,” jelasnya. Fitriyana menegaskan, notaris pada dasarnya tidak bisa membatalkan sebuah akta. “Pembatalan hanya bisa dilakukan di pengadilan,” terangnya
Proses Pembatalan Akta sebagai Pendekatan untuk Mendeteksi Pidana dalam RUPS PT ME
Proses pembatalan akta menjadi pintu masuk untuk melihat ada tidaknya unsur pidana dalam proses RUPS PT ME. Sebab, Fitriyana menguraikan, dalam mekanisme RUPS yang dilaksanakan PT ME apabila mekanisme RUPS tidak dijalankan sesuai dengan Undang Undang Keperseroan maka diduga atau di indikasikan adanya pemalsuan. Fitriyana bahkan memastikan, bentuk akta apapun –notarial maupun sekurel– prosesnya ada pemalsuan. “Batalkan dulu (akta baru dan SK dari Kemenkumham untuk PT ME, Red.). Nanti disitu terlihat ada unsur pidana atau tidak,” ungkapnya.
Fitriyana menjelaskan bahwa PT DBK, sebagai pemegang saham mayoritas, memiliki posisi yang tidak bisa dilangkahi oleh PT ME. Oleh karena itu, setiap keputusan yang diambil di PT ME harus melibatkan PT DBK. Namun, kebalikannya tidak berlaku. ” Intinya harus sepengetahuan PT DBK, karena pemegang saham tertinggi,” jelas Fitriyana.