Kalimantan Timur, JURNALKALTIM.com – Forum Peningkatan Konsumsi Ikan Provinsi Kalimantan Timur (Forikan Kaltim) menegaskan komitmennya untuk terus meningkatkan upaya percepatan penurunan stunting Kaltim. Pernyataan ini disampaikan oleh Ketua Forikan Kaltim, dr. Yulia Zubir Akmal.
Dalam upaya mencapai tujuan tersebut, Forikan Kaltim berkolaborasi dan berkoordinasi secara erat dengan seluruh Tim Penggerak PKK di kabupaten/kota di wilayah Kalimantan Timur. Langkah ini diambil untuk mengatasi dan menekan angka kasus stunting yang masih menjadi permasalahan kesehatan masyarakat.
Kolaborasi Forikan Kaltim Sebagai Upaya Penurunan Stunting Kaltim
Stunting merupakan gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak yang disebabkan oleh kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang. Menurut WHO (2020), stunting dapat diartikan sebagai kondisi pendek atau sangat pendek, diukur berdasarkan panjang atau tinggi badan anak yang kurang dari -2 standar deviasi (SD) pada kurva pertumbuhan WHO.
Ketua Forikan Kaltim, dr. Yulia Zubir Akmal, menegaskan bahwa kerjasama lintas sektor dan koordinasi yang baik antarinstansi adalah kunci dalam mengatasi masalah stunting. Dengan demikian, Forum Peningkatan Konsumsi Ikan dapat memberikan kontribusi nyata dalam meningkatkan kesehatan anak-anak di Provinsi Kalimantan Timur.
Pentingnya kerja sama antar instansi dan dinas di tingkat daerah hingga ke level desa menjadi perhatian utama dalam upaya penanganan stunting. Dr. Yulia Zubir Akmal menjelaskan bahwa kerja sama lintas sektor, melibatkan instansi dan organisasi terkait, menjadi kunci utama agar koordinasi berjalan efektif dan menyentuh langsung masyarakat.
“Jadi benar-benar ini forum yang melibatkan lintas sektor. Tidak hanya Forikan atau Ketua PKK saja,” tegas dr. Yulia.
Tidak Semua Balita Pendek Dianggap Stunting, Ini Faktornya!
Stunting terjadi akibat kondisi yang bersifat irreversibel, disebabkan oleh asupan nutrisi yang tidak memadai dan/atau infeksi berulang atau kronis. Kondisi ini dapat terjadi dalam rentang 1000 hari pertama kehidupan (HPK), yang merupakan periode kritis dalam pertumbuhan dan perkembangan anak.
Tidak semua balita yang memiliki tinggi badan pendek dapat dianggap sebagai stunting. Meskipun stunting umumnya terkait dengan keterlambatan pertumbuhan, namun penting untuk memahami bahwa terdapat faktor-faktor lain yang dapat menyebabkan tinggi badan pendek pada balita.
Berbagai faktor seperti genetika, kesehatan ibu saat hamil, asupan nutrisi, dan kondisi lingkungan juga dapat berkontribusi terhadap tinggi badan pendek pada balita. Oleh karena itu, penting untuk berkonsultasi dengan dokter anak untuk mendapatkan penilaian yang akurat dan penanganan yang sesuai.
Forikan Bantu Penanggulangan Stunting Untuk Mencapai Efektivitas
Dengan melibatkan berbagai instansi dan lintas sektor, diharapkan upaya penanggulangan stunting dapat mencapai efektivitas yang maksimal, terutama ketika melibatkan tingkat desa yang memiliki kontak langsung dengan masyarakat.
Dr. Yulia Zubir Akmal menjelaskan bahwa cara kerja Forikan dengan Tim Penggerak PKK (TP PKK) memiliki kesamaan yang mencolok. Keduanya melibatkan lintas sektor dan dinas-dinas terkait yang bekerja secara sinergis. Struktur organisasi keduanya juga sampai ke tingkat desa dan melibatkan kader-kader yang terbukti memiliki keterlibatan langsung dengan masyarakat.
“Kekuatan TP PKK dan Forikan sama-sama memiliki struktur sampai ke desa dan memiliki kader-kader yang sampai sekarang terbukti bersinggungan langsung dengan masyarakat,” ungkapnya.
Pendekatan ini menunjukkan bahwa kolaborasi antara Forikan dan TP PKK dirancang untuk mencapai dampak maksimal dalam upaya peningkatan konsumsi ikan dan penurunan angka stunting di masyarakat.
Yulia Zubir Akmal: Posyandu Tempat Paling Tepat
Dr. Yulia Zubir Akmal menegaskan komitmennya untuk memperkuat koordinasi di lapangan guna meningkatkan efektivitas program peningkatan konsumsi ikan dan penurunan stunting. Salah satu langkah yang akan diambil adalah melibatkan Posyandu dalam upaya ini.
Menurutnya, Posyandu dapat menjadi sarana efektif untuk menyampaikan informasi, berbagi resep, dan memberikan pengetahuan seputar gizi, khususnya kepada kelompok rentan seperti ibu hamil, balita, lansia, dan keluarga miskin.
“Mereka bisa dikatakan bertemu hanya 1 kali dalam sebulan di Posyandu. Nah, Posyandu seharusnya menjadi ajang untuk berbagi informasi, berbagi resep, memperkenalkan seputar gizi, ikan, dan lainnya. Harusnya idealnya begitu,” jelasnya
Dr. Yulia berharap bahwa Posyandu dapat menjadi tempat ideal di mana masyarakat dapat berkumpul secara rutin, berinteraksi, dan mendapatkan pemahaman yang lebih baik tentang pentingnya konsumsi ikan dan gizi yang seimbang. (ADZ/ADV/DINKESKALTIM)