Samarinda, JURNALKALTIM.com – Keputusan untuk mencabut patok-patok batas Taman Hutan Raya (Tahura) Bukit Soeharto di Kalimantan Timur (Kaltim) yang kembali mencuat. Pencabutan patok Tahura Bukit Soeharto ini dilakukan oleh pihak perusahaan pertambangan di wilayah Kaltim. Kejadian ini menimbulkan rasa keprihatinan dari anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Kaltim.
Hal tersebut diungkapkan oleh Muhammad Udin selaku anggota DPRD, sangat menyayangkan dengan tindakan pencabutan patok tersebut. Yang mana patok-patok tersebut telah dipasang oleh Balai Pengelolaan Kawasan Hutan Lindung Tahura Bukit Soeharto (BPKHTL) dan Dinas Kehutanan Provinsi Kaltim.
DPRD Kaltim Menegaskan Tujuan Patok Tahura Bukit Soeharto Dipasang untuk Mencegah Konflik dengan Perusahaan Tambang
Anggota Komisi I DPRD Kaltim tersebut pun menjelaskan bahwa pemasangan patok-patok batas sebenarnya dilakukan dengan tujuan yang positif, yaitu untuk mengklarifikasi batas antara lahan Taman Hutan Raya (Tahura) dan lahan yang dimiliki oleh masyarakat. Lahan ini sering menjadi pemicu konflik dengan perusahaan tambang.
Melalui kejadian pencabutan ini mengisyaratkan adanya langkah mundur dalam upaya pelestarian dan pengelolaan area hutan yang penting tersebut. Padahal harapannya dengan adanya pemasangan patok ini bisa menjadi acuan batas-batas tanah yang jelas dan terhindar dari gesekan atau konflik di lapangan.
Muhammad Udin pun mengusulkan kepada instansi perusahaan pertambangan, agar patok Tahura Bukit Soeharto batas-batasnya tersebut ditinggikan. Hal ini diharapkan dapat menghindari terjadinya benturan kepentingan dan memastikan perlindungan wilayah hutan yang penting bagi lingkungan dan masyarakat setempat.
“Kita meminta instansi terkait untuk meninggikan patok batas tersebut guna menghindari adanya gesekan di lapangan,” ucapnya.
Dugaan Sementara Pencabutan Patok Tahura Bukit Soeharto Dilakukan Oleh PT. Karya Putra Borneo (KPB)
Pencabutan patok Tahura Bukit Soeharto batas tersebut diduga dilakukan oleh PT. Karya Putra Borneo (KPB), sebuah perusahaan tambang batu bara yang beroperasi di area Taman Hutan Raya (Tahura). Apabila PT. KPB bertanggung jawab atas pencabutan patok-patok batas yang telah dipasang, hal ini tentunya sangat disayangkan dan berpotensi memicu masalah hukum.
Pasalnya pemasangan patok-patok batas menggunakan dana publik dan dilakukan oleh institusi pemerintah, tindakan tersebut perlu dijelaskan dengan jelas oleh pihak yang terkait.
“Jika benar PT. KPB melakukan pencabutan patok batas yang sudah dipasang, tentu kita sesalkan dan berpotensi menimbulkan masalah hukum, karena pemasangan pal batas atau patok itu menggunakan uang negara dan dilakukan oleh institusi pemerintah, karenanya perlu ada penjelasan,” jelas Udin.
Udin menekankan perlunya penjelasan mengenai dugaan pencabutan ini agar masyarakat mendapatkan klarifikasi yang akurat serta untuk menjaga integritas dan kepentingan bersama dalam pelestarian kawasan hutan yang berharga tersebut.
Oleh karena itu, Udin berharap agar DPRD Kaltim dapat mengundang semua pihak yang terlibat untuk menjalankan penyelesaian masalah ini. Ini mencakup Balai Pengelolaan Kawasan Hutan Lindung Tahura Bukit Soeharto (BPKHTL), Dinas Kehutanan, Tahura itu sendiri, PT. Karya Putra Borneo (KPB), serta Koperasi Unit Desa (KUD) Tani Maju, yang merupakan salah satu pemilik tanah di kawasan Tahura.
Udin menegaskan bahwa polemik seputar pencabutan patok batas di Tahura hanyalah salah satu dari berbagai masalah konflik yang muncul antara masyarakat dan perusahaan tambang di wilayah Tahura. Ia menyoroti bahwa masyarakat sebelumnya juga telah mengajukan keluhan mengenai aktivitas penambangan yang dijalankan oleh PT. KPB, yang diduga merusak lingkungan dan mengancam keberlangsungan Tahura sebagai kawasan konservasi.
Taman Hutan Raya Bukit Soeharto Menjadi Tempat Pengumpulan Koleksi Tumbuhan dan Satwa Kaltim
Taman Hutan Raya Bukit Soeharto merupakan sebuah kawasan taman hutan raya yang terletak di Kabupaten Kutai Kartanegara dan Kabupaten Penajam Paser Utara, Provinsi Kalimantan Timur. Kawasan ini memiliki luas sekitar 61.850 hektar.
Wilayah hutan ini yang mencakup kecamatan Loa Janan di Kabupaten Kutai Kartanegara dan kecamatan Sepaku di Kabupaten Penajam Paser Utara, ditetapkan sebagai kawasan taman hutan raya. Penetapan ini dilakukan dengan tujuan utama untuk melindungi dan menjaga kelestarian alam serta memastikan penggunaan sumber daya potensial di dalamnya.
Selain itu, kawasan ini berfungsi sebagai tempat pengumpulan koleksi tumbuhan dan satwa, baik yang alami maupun bukan alami, serta jenis asli atau bukan asli. Fungsi ini penting untuk keperluan penelitian, pendidikan, budidaya, serta sektor pariwisata dan rekreasi.
Penting bagi pemerintah dan masyarakat setempat untuk menjaga kawasan ini, agar terhindar dari konflik-konflik yang bisa merusak kelestarian alam. (CIN/ADV/DPRDKALTIM)