SAMARINDA, JURNALKALTIM.com – Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Timur masih berambisi untuk menekan angka gizi buruk dan stunting. Pasalnya, kedua persoalan ini telah masuk menjadi salah satu indikator Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2020-2024. Dimana, pihaknya mentarget bahwa persentase kasus tersebut akan diturunkan secara signifikan dari 14% menjadi 7%.
Tiga Masalah Gizi di Indonesia
Permasalahan gizi buruk dan stunting di Indonesia masih menjadi momok yang mengkhawatirkan hingga saat ini. Tercatat, ada tiga kasus gizi yang kerap dialami oleh balita Indonesia. Biasanya, ketiga persoalan tersebut pun dikenal dengan istilah triple burden.
Triple burden adalah fenomena yang melibatkan kondisi gizi pada balita dan cenderung mengalami malnutrisi, yang mana meliputi tiga permasalahan utama. Diantaranya, stunting dan wasting, kelebihan berat badan (overweight), serta defisiensi zat gizi mikro (Global Nutrition Report, 2018).
Berdasarkan Data Riset Kesehatan Dasar tahun 2018, ada sekitar 10,2% balita yang mengalami kasus gizi kurang (wasting), yang mana 3,5% diantaranya masuk ke dalam kategori gizi buruk (severe wasting). Disebutkan pula, bahwa balita dengan gizi buruk akan berpotensi lebih tinggi terhadap kesakitan maupun kematian dibandingkan balita dengan gizi baik.
Dengan melihat kondisi tersebut, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Timur Jaya Mualimin mengatakan perlunya penanganan serius terhadap kasus gizi buruk dan stunting. Dimana, pihaknya menjadikan persoalan tersebut sebagai program prioritas dengan memberikan layanan penanganan yang cepat dan tepat.
“Oleh karena itu, perlu dilakukan penanganan secara cepat dan tepat untuk mencegah kematian dan komplikasi lebih lanjut serta memperbaiki tumbuh kembang anak di masa mendatang,” tutur Jaya Mualimin.
Faktor Tingginya Kasus Gizi Buruk dan Stunting
Kasus gizi buruk yang masih kerap ditemui di Benua Etam mengundang keprihatinan Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Timur. Menurut Jaya Mualimin selaku Kepala Dinas Kesehatan, laporan mengenai jumlah kasus yang ada belum juga mendapatkan tindaklanjut yang optimal. Artinya, perawatan yang tersedia dinilai masih kurang memenuhi sehingga berdampak pada tingginya kasus yang serupa.
Adapun, faktor rendahnya perawatan yang diterima oleh pasien gizi buruk dan stunting diantaranya, keterbatasan pada akses layanan kesehatan, kurangnya pelayanan integratif yang dilakukan oleh fasilitas-fasilitas kesehatan. Sehingga hal ini mengakibatkan kasus tersebut cenderung sulit untuk dideteksi.
Bukan hanya itu, faktor lainnya juga turut dipaparkan oleh Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Kalimantan Timur seperti kurangnya kemampuan pemberi layanan dalam mengimplementasikan tata laksana gizi buruk, pelapora kasus yang kurang lengkap, dan rendahnya kesadaran keluarga untuk membawa anak dengan ciri-ciri gizi buruk ke tempat pelayanan kesehatan setempat.
Dengan demikian untuk mengatasi persoalan tersebut, Jaya Mualimin menekankan kepada fasilitator dan tenaga kesehatan agar meningkatkan kapasitas pelayanan kesehatan anak, sehingga mampu mewujudkan fasilitas Puskesmas yang sesuai standar.
“Jadi memang diperlukan peningkatan kapasitas bagi fasiliator dan tenaga kesehatan pelayanan kesehatan anak sebagai tim layanan kesehatan anak di Puskesmas agar sesuai standar. Mengingat pelayanan balita sakit dan gizi buruk dilaksanakan oleh tenaga kesehatan yang sama dan dengan sasaran balita yang sama maka kedua pelatihan akan lebih komperhensif, efektif, dan efisien bila diintegrasikan,” ungkap Kepala Dnas Kesehatan Provinsi Kalimantan Timur.
Ciri-ciri Gizi Buruk pada Balita
Kasus gizi buruk dan stunting terus mendapatkan perhatian Dinas Kesehatan (Dinkes), termasuk di Provinsi Kalimantan Timur. Ancaman kasus tersebut pun kata Kepala Dinkes Provinsi Kaltim perlu diwaspadai sejak dini, khususnya oleh keluarga yang memiliki balita.
Adapun, ciri-ciri kasus gizi buruk pada balita, diantaranya :
- Pertumbuhan anak meliputi tinggi badan dan berat badan berada di bawah kurva pertumbuhan.
- Kurangnya nafsu makan.
- Pertumbuhannya terlambat.
- Mudah merasa lelah dan terlihat lesu.
- Lebih rewel.
- Kurang perhatian terhadap lingkungan sekitar.
- Kulit dan rambut tampak kering; dan
- Rambut rontok.
(ADZ/ADV/DINKESKALTIM)