Kalimantan Timur, JURNALKALTIM.com – Jaya Mualimin selaku Kepala Dinas Kesehatan Kalimantan Timur, mengungkapkan bahwa kasus stunting memiliki dampak meningkatnya risiko terhadap penyakit tidak menular akibat gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak. Intervensi gizi yang bersifat spesifik dan sensitif dianggap sebagai langkah krusial untuk mencegah kasus stunting di Indonesia.
Intervensi Gizi untuk Hindari PTM Akibat Stunting
Stunting dapat meningkatkan risiko terhadap penyakit tidak menular sebagai akibat dari gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak. Oleh karena itu, intervensi gizi penting untuk dilakukan dalam upaya pencegahan kasus stunting di Indonesia.
Jaya Mualimin menegaskan bahwa stunting memiliki dampak serius terhadap gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak. Ia menyoroti risiko tinggi terhadap penyakit tidak menular (PTM) yang dapat muncul di masa dewasa akibat kondisi stunting tersebut.
“Stunting dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan dan perkembangan, serta berisiko tinggi terhadap penyakit tidak menular (PTM) di kemudian hari,” ujarnya.
Dengan melakukan penekanan pada hubungan antara stunting dan risiko PTM, Jaya Mualimin mempertegas urgensi perhatian dan intervensi yang lebih intensif terhadap gizi anak-anak sebagai langkah preventif yang strategis.
Dua Pendekatan Intervensi Gizi untuk Atasi Stunting
Jaya Mualimin menjelaskan bahwa intervensi terhadap kasus stunting melibatkan dua pendekatan utama. Pertama, intervensi langsung yang berkaitan dengan asupan gizi, seperti pemberian makanan tambahan, suplementasi, dan konseling gizi. Pendekatan ini ditujukan untuk meningkatkan asupan nutrisi yang diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan anak.
Kedua, intervensi gizi sensitif dilakukan melalui kegiatan yang tidak secara langsung terkait dengan asupan gizi, namun memiliki dampak signifikan pada status gizi anak. Faktor-faktor seperti sanitasi, penyediaan air bersih, pendidikan, dan pemberdayaan perempuan merupakan bagian dari pendekatan ini.
Keseluruhan strategi ini mencerminkan upaya holistik dalam menangani masalah stunting, mengintegrasikan berbagai aspek yang mempengaruhi kesehatan anak secara menyeluruh. Menurut Jaya Mualimin, intervensi terhadap kasus stunting harus bersifat terpadu dan berkelanjutan, melibatkan berbagai sektor dan pihak terkait.
Usia 0-2 Tahun Menjadi Fokus Utama Intervensi Gizi
Fokus utama intervensi ini adalah kelompok sasaran prioritas, termasuk ibu hamil, ibu menyusui, dan anak usia 0-2 tahun, yang dikenal sebagai rumah tangga 1.000 hari pertama kehidupan (HPK). Pendekatan yang melibatkan semua pemangku kepentingan ini diharapkan dapat memberikan dampak positif yang signifikan dalam menangani masalah stunting di Kalimantan Timur.
“Intervensi gizi spesifik dan sensitif harus dilakukan secara terpadu dan berkelanjutan, dengan melibatkan berbagai sektor dan pihak terkait, serta mengutamakan kelompok sasaran prioritas, yaitu ibu hamil, ibu menyusui, dan anak usia 0-2 tahun atau rumah tangga 1.000 hari pertama kehidupan (HPK),” jelas Jaya.
Jaya Mualimin memberikan gambaran lebih lanjut mengenai intervensi gizi spesifik yang dilakukan oleh sektor kesehatan. Beberapa langkah tersebut melibatkan pemberian makanan tambahan bagi ibu hamil dari kelompok miskin, suplementasi tablet tambah darah, suplementasi kalsium, dan pemeriksaan kehamilan.
Selain itu, intervensi mencakup suplementasi kapsul vitamin A, suplementasi zinc untuk pengobatan diare, suplementasi taburia, imunisasi, dan manajemen terpadu balita sakit.
Dalam kaitannya dengan anak usia 24-59 bulan, berbagai intervensi gizi spesifik melibatkan pemberian makanan tambahan pemulihan bagi anak gizi kurang akut, pemantauan pertumbuhan, suplementasi taburia, manajemen terpadu balita sakit, dan suplementasi zinc untuk pengobatan diare. Semua ini bertujuan untuk memberikan dukungan khusus bagi anak-anak yang mengalami kondisi gizi kurang.
Pentingya Pengendalian PTM Sejak Dini Melalui Intervensi Gizi
Pentingnya pengendalian penyakit tidak menular (PTM) juga ditekankan oleh Jaya Mualimin. Stunting tidak hanya memengaruhi pertumbuhan fisik anak, tetapi juga dapat meningkatkan risiko terhadap penyakit tidak menular dalam jangka panjang.
Oleh karena itu, intervensi yang terfokus pada gizi spesifik dan sensitif tidak hanya berperan dalam mencegah stunting tetapi juga dalam mengurangi risiko penyakit kronis di masa dewasa. Upaya bersama untuk mencegah stunting di Indonesia diharapkan dapat menciptakan generasi yang lebih sehat dan berkualitas.
Fokus utama dalam mencapai target pembangunan berkelanjutan (SDG’s) adalah mengatasi empat PTM utama yang menjadi penyebab 60 persen kematian, yaitu penyakit kardiovaskular, diabetes, kanker, dan penyakit paru obstruktif kronis (PPOK). (ADZ/ADV/DINKESKALTIM)