SAMARINDA, JURNALKALTIM.com – Penguatan skill tenaga mediator dirasa menjadi langkah krusial yang wajib dilakukan oleh Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Kalimantan Timur. Selain guna memenuhi kebutuhan tenaga mediator di daerah yang dinilai masih kurang, upaya ini juga bertujuan untuk menekan angka perselisihan yang terjadi antara perusahaan dan para pekerja.
Urgensi Peningkatan Skill Tenaga Mediator
Mediator, menjadi pihak ketiga yang berperan penting bagi terciptanya hubungan yang harmonis antara perusahaan dengan pekerja, buruh, maupun serikat pekerja. Posisinya sebagai penengah, menuntut pihaknya untuk memiliki kompetensi mumpuni agar mampu memberikan solusi terhadap persoalan yang terjadi.
Dijelaskan oleh Kepala Bidang Hubungan Industrial Disnakertrans Kaltim Aris Munandar, peran mediator sebagai tenaga profesional harus memiliki kemampuan negosiasi dengan mengedepankan asas netralisasi. Sebab, mediator memang ditunjuk untuk membantu penyelesaian masalah, khususnya di sektor hubungan industrial agar memberikan solusi yang adil dan mengantisipasi proses hukum yang berbelit-belit.
Oleh karena itu kata Aris, tenaga mediator yang tersedia di Provinsi Kalimantan Timur perlu dilakukan penguatan terhadap skill yang dimiliki. Selain bertujuan untuk menekan angka perselisihan yang terjadi antara perusahaan dan pekerja, upaya tersebut juga berfungsi untuk mencapai penyelesaian kasus dengan tetap mengedepankan hak-hak perusahaan, pekerja, buruh, maupun serikat pekerja.
“ASN khususnya mediator untuk update skilling atau penguatan harus terus ditingkatkan, apalagi indikatornya mediator ini penyelesaian kasus,” tutur Aris.
Kemampuan yang Harus Dimiliki oleh Tenaga Mediator
Mengingat perlunya pemenuhan tenaga mediator di daerah, Aris Munandar selaku Kepala Bidang Hubungan Industrial Disnakertrans Kaltim mengatakan, skill tenaga mediator juga perlu dilakukan penguatan sekaligus peningkatan agar mampu memberikan solusi terbaik terhadap penyelesaian masalah.
Tujuannya tak lain, agar tenaga mediator yang tersedia dapat berperan untuk menciptakan lingkungan kerja yang kondusif sekaligus harmonis dengan tetap memperhatikan hak-hak antarpihak, baik perusahaan, pekerja, buruh, maupun serikat pekerja.
Ada tiga skill yang disoroti oleh Aris, selain pemahaman mengenai hukum dan peraturan yang berlaku, tenaga mediator rupanya juga dituntut untuk memiliki kemampuan negosiasi, komunikasi, dan psikologi yang baik. Dimana, ketiga skill tenaga mediator ini dianggap sentral sebab berpengaruh terhadap hasil mediasi yang mampu diterima oleh seluruh pihak yang berselisih.
Aris Munandar menjelaskan, bahwa akulturasi antara skill tersebut dapat diwujudkan melalui sejumlah langkah interaktif, yang mana difokuskan bahwa proses penyelesaian masalah hubungan industrial yang terjadi juga perlu diatasi melalui cara-cara yang kreatif dan inovatif.
“Mediator harus dapat berkomunikasi dengan baik, mendengarkan dengan aktif, dan memfasilitasi diskusi yang konstruktif. Mediator juga harus bisa mengendalikan emosi, mengatasi hambatan, dan menyelesaikan konflik dengan cara yang kreatif dan inovatif,” jelas Aris.
Adapun guna mewujudkan misi tersebut, Kepala Bidang Hubungan Industrial Disnakertrans Kaltim itu mengaku bahwa pihaknya terus berupaya untuk menguatkan skill tenaga mediator di daerah. Hal ini dibuktikan mengenai catatan pada bulan Maret lalu yang menyebut bahwa pihaknya telah menggelar serangkaian sosialisasi hingga bimbingan terhadap para mediator.
Bukan hanya itu, Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Kalimantan Timur bahkan telah menjalin sejumlah kerja sama dengan sejumlah pihak. Diantaranya, asosiasi perusahaan, serikat pekerja, perguruan tinggi, dan lembaga swadaya masyarakat.
Aris menyebut, bahwa upaya tersebut dilakukan guna mendukung langkah progresif yang telah dilakukannya sejak bulan lalu, yakni meliputi sosialisasi, pelatihan, bimbingan, dan evaluasi mengenai skill tenaga mediator di daerah. Harapannya dengan program ini, pihaknya dapat menciptakan hubungan industrial yang harmonis, sehat dan dinamis sehingga mampu menekan kasus di Pengadilan Hubungan Industrial (PHI).
“Kami berharap dengan adanya mediator yang berkualitas, hubungan industrial di Kaltim dapat berjalan harmonis, sehat, dan dinamis. Hal ini tentu akan berdampak positif bagi pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat di Kaltim,” pungkas Aris. (NWL/ADV/DISNAKERTRANSKALTIM).