Kutai Kartanegara, JURNALKALTIM.com – Upacara pengangkatan pengurus Cabang Perkumpulan Pemberantasan Tuberkulosis Indonesia (PPTI) di Kecamatan Loa Kulu menjadi peristiwa yang sangat penting dalam upaya memberikan pengetahuan kepada masyarakat mengenai kasus TBC. Acara pelantikan ini berlangsung pada hari Kamis, tanggal 2 November 2023, di Aula Pukesmas Kecamatan Loa Kulu, dan dipimpin oleh Hj Pety Puja Amelia-Rendi Solihin, Ketua PPTI Kukar.
Menekankan Pentingnya Pengendalian Kasus TBC
Hj Pety Amelia-Rendi Solihin, Ketua PPTI Kukar, mengungkapkan apresiasinya yang mendalam dan memberikan selamat atas pelantikan serta pengukuhan Ketua dan pengurus PPTI Kecamatan Loa Kulu periode 2023-2028. Tujuan pendirian PPTI di Kecamatan Loa Kulu adalah memberikan dampak positif kepada masyarakat terkait kasus TBC, terutama yang terjadi di wilayah Loa Kulu.
Menurutnya, pengendalian kasus TBC tidak hanya dapat dilakukan oleh pihak medis, melainkan juga memerlukan partisipasi aktif dari seluruh masyarakat. Ia juga menekankan pentingnya Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dalam menurunkan angka penyakit tuberkulosis. Selain itu, pelantikan ini diharapkan dapat mendukung program PPTI di Kecamatan Loa Kulu.
“Kita perlu melakukan sosialisasi yang luas mengenai pentingnya menjalani pola hidup sehat dan tinggal di lingkungan yang bebas dari risiko penyakit TBC,” ujar Pety pada sambutannya dalam acara pelantikan pengurus PPTI tersebut.
Diketahui bahwa Penyakit Tuberkulosis (TBC) disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis yang umumnya menyerang paru-paru, meskipun kadang-kadang dapat memengaruhi bagian tubuh lainnya.
Perlunya Koordinasi Berbagai Pihak
Di sisi lain, Camat Loa Kulu, Ardiansyah, memberikan selamat kepada pengurus PPTI yang baru dilantik dan berharap mereka akan selalu berkoordinasi dengan pemerintah kecamatan. Ia juga menyatakan harapannya bahwa dengan kepengurusan cabang PPTI Kecamatan Loa Kulu yang baru, periode 2023-2028, angka kasus TBC dapat ditekan.
“Ikut serta dalam program pemerintah sangat kami harapkan, terutama dalam program ‘Kukar Idaman’ yang mencakup kemajuan dalam bidang kesehatan,” terang Ardiansyah pada kesempatan yang sama, ketika dimintai keterangan oleh para awak media.
Sebagai informasi, upacara pelantikan pengurus PPTI Kecamatan Loa Kulu diselenggarakan bersama dengan penyelenggaraan program Bantuan Nutrisi Tambahan (BNT) bagi individu yang telah pulih dari kasus TBC. Acara ini juga mencakup informasi mengenai penyakit TBC yang disampaikan oleh petugas dari Dinas Kesehatan Kabupaten Kutai Kartanegara.
Penyebab Tingginya Kasus TBC di Kaltim
Lebih lanjut Menteri Kesehatan Indonesia, Budi Gunadi Sadikin, menyuarakan keprihatinannya terkait situasi TBC di Indonesia. Menurutnya, TBC masih menjadi penyebab utama kematian di tanah air dengan angka kematian mencapai 93 ribu jiwa. Kalimantan Timur, khususnya, mengalami masalah serius terkait penyakit ini yang sepertinya sulit untuk diatasi.
Berdasarkan informasi dari Dinas Kesehatan Kalimantan Timur, pada tahun 2021, tercatat sekitar 5.010 kasus TBC di wilayah tersebut, dengan Samarinda, Balikpapan, dan Kutai Kartanegara menjadi tiga daerah dengan jumlah kasus TBC tertinggi.
Kemudian, pada tahun 2022, Kepala Bidang Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kalimantan Timur mengungkapkan bahwa sekitar 5.300 orang telah didiagnosis menderita TBC. Angka ini jauh di bawah target yang seharusnya dicapai, yaitu sekitar 13.034 kasus, dan hal ini sangat disayangkan.
Prevalensi TBC yang tinggi di Kalimantan Timur disebabkan oleh tingkat kesadaran masyarakat yang masih rendah terkait penyakit ini. Penyebaran kasus TBC di Kalimantan Timur terutama melalui droplet, yang dapat keluar dari tubuh penderita saat bersin atau batuk, menjadi salah satu faktor penyebabnya.
Salah satu faktor lain yang dapat menjadi penyebab adalah kurangnya kesadaran masyarakat terkait dengan menjalani pemeriksaan kesehatan di fasilitas medis. Karena gejala TBC sering kali mirip dengan penyakit lain. Sehingga, ketika gejala semakin parah, baru mereka memutuskan untuk mencari perawatan medis, dan seringkali terkejut mendapati bahwa mereka positif terkena TBC.
Penyebab ketiga dari tingginya angka kasus TBC di Kalimantan Timur adalah rendahnya motivasi penderita TBC dalam menjalani proses pengobatan. Penting untuk diingat bersama bahwa TBC sebenarnya bisa disembuhkan, tetapi memerlukan konsistensi dan disiplin dalam menjalani pengobatan.
Penderita TBC seharusnya mengonsumsi obat selama 6 bulan berturut-turut sesuai petunjuk dokter. Namun, kenyataannya banyak dari mereka tidak mengikuti pengobatan dengan benar karena merasa kondisi tubuh sudah membaik atau merasa lelah karena harus mengonsumsi obat anti tuberkulosis setiap hari.