Kalimantan Timur, JURNALKALTIM.com – Penyebab gizi buruk anak-anak di Kalimantan Timur menjadi perhatian bagi Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kaltim.
Kasus Stunting Tidak Hanya Tanggung Jawab Dinas Kesehatan
BPBD merasa ikut bertanggung jawab jika ada kejadian anak yang mengalami status stunting di Kaltim. Hal tersebut disampaikan oleh Ivan Ramadhany, staf bagian Perencanaan Mitigasi dan Adaptasi BPBD Kaltim. Menurutnya, permasalahan stunting memang sepatutnya menjadi ranah dari Dinas Kesehatan, namun karena masih terkait dengan bencana, maka BPBD Kaltim ikut bertanggung jawab.
Ivan juga menambahkan, “Jadi kita ada tim pelaksanaan Standar Pelayanan Minimal (SPM), salah satunya menangani kasus stunting ini. Masalah stunting sebenarnya juga termasuk bencana.” Koordinasi dengan tim terkait sudah dilakukan, jadi tim BPBD selalu dilibatkan dalam kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh SKPD jika masih ada hubungannya dengan kebencanaan.
Persoalan stunting di Indonesia amat penting untuk diselesaikan. Stunting merupakan gangguan pertumbuhan yang yang ditentukan oleh tinggi badan atau panjang anggota tubuh menurut umur. Salah satu cara mengurangi kasus stunting yaitu mengetahui penyebab gizi buruk sejak dini.
Dengan memahami penyebab gizi buruk pada anak, bisa dilakukan tindakan penanganan sebelum benar-benar terlambat. Jika terlambat, pertumbuhan anak akan terganggu dan mengakibatkan terjadinya stunting. Hal itu nantinya dapat mengganggu potensi sumber daya manusia (SDM) di Indonesia.
Penyebab Gizi Buruk Anak di Indonesia
Dilansir dari laman UNICEF Indonesia, wasting adalah kondisi yang berbahaya dimana seseorang mengalami kurang gizi dan gizi buruk. Wasting pada anak kecil bisa diakibatkan dari rendahnya kekebalan tubuh anak, gangguan perkembangan otak anak, bahkan hingga bisa mengakibatkan kematian. Oleh sebab itu, masyarakat dihimbau untuk tidak menyepelekan kasus wasting dengan melakukan tindakan pencegahan, deteksi dini, dan penanganan yang tepat.
Sedangkan stunting adalah kurangnya asupan gizi anak dalam rentang waktu yang cukup lama. Permasalahan stunting bisa terjadi dimulai dari dalam kandungan dan baru akan terlihat ketika anak menginjak usia dua tahun. Menurut UNICEF, stunting didefinisikan sebagai kondisi anak dengan tinggi badan di bawah angka minus (stunting sedang dan berat) dan minus tiga (stunting kronis) yang diukur dengan menggunakan standar pertumbuhan anak dari WHO.
Selain mengalami pertumbuhan tinggi badan, seorang anak yang dianggap stunting juga dikaitkan dengan perkembangan otak yang tidak maksimal. Hal tersebut dapat mempengaruhi kemampuan belajar dan mental yang tidak maksimal, serta prestasi pendidikan yang buruk. Bahkan efek jangka panjangnya saat dewasa nanti, dapat dianggap sebagai salah satu potensi munculnya penyakit hipertensi, diabetes, dan kematian akibat infeksi.
Mengutip dari pendapat ahli gizi UNICEF Indonesia, berikut ini merupakan lima faktor penyebab gizi buruk dan gaya hidup tidak sehat sehingga anak dapat mengalami wasting atau stunting:
1. Tidak mendapatkan ASI eksklusif sejak dini
Bayi berusia kurang dari 6 bulan idealnya mendapatkan ASI eksklusif dari sang bunda. Arti dari ASI eksklusif yaitu hanya diberikan air susu ibu (ASI) saja. Bukan menggantinya dengan makanan atau minuman lain. Orang tua yang kurang edukasi bahkan memberikan air tajin (air beras) kepada bayinya sebagai pengganti ASI, ini menjadi salah satu penyebab gizi buruk pada anak.
2. Makanan pendamping ASI tidak mumpuni
Penyebab gizi buruk yang berikutnya yaitu anak yang berusia di atas 6 bulan tidak mendapatkan makanan pendamping ASI (MP-ASI) yang berkualitas. Baik dari segi kuantitas maupun frekuensi yang cukup. Padahal usia tersebut adalah usia emas bagi pertumbuhan anak.
3. Tidak mendapatkan imunisasi yang lengkap
Resiko penyakit-penyakit yang dapat menyerang balita dapat dicegah dengan pemberian imunisasi. Seperti imunisasi polio, hepatitis, pneumonia, campak, dan lain-lain. Balita yang tidak mendapatkan imunisasi lengkap sesuai dengan umurnya akan berpotensi lebih besar terkena ancaman penyakit.
4. Balita sakit tapi pertolongan terlambat
Balita yang menderita sakit seperti diare, infeksi saluran nafas kecacingan, atau penyakit infeksi lainnya harus segera dibawa ke rumah sakit atau Puskesmas. Jika pertolongan terlambat membawa ke Puskesmas atau fasilitas layanan kesehatan lainnya, dapat berakibat fatal terhadap anak. Orang tua juga wajib rutin berkunjung ke Posyandu untuk memantau tumbuh kembang anak.
5. Keluarga tidak menerapkan pola hidup bersih dan sehat
Keluarga atau orang terdekat anak tidak menerapkan pola hidup yang bersih dan sehat di tempat tinggalnya. Contohnya tidak membiasakan untuk mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir, buang air besar sembarangan, dan jarang bersih-bersih rumah. Lingkungan rumah yang tidak bersih dapat mengakibatkan timbulnya bakteri dan virus, jika anak tidak memiliki imunitas yang baik maka akan rawan terserang penyakit. (ADV/NDA/BPBDKALTIM)